Hingga saat ini, penyakit TBC (Tuberculosis) masih merupakan suatu tantangan dan pekerjaan rumah yang belum tuntas diselesaikan oleh bangsa dan negara kita. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri “Mycobacterium tuberculosa” masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama yang dihadapi oleh pemerintah kita khususnya oleh departemen kesehatan RI. Usaha pemerintah untuk mengatasi penyakit ini dengan memberikan pengobatan secara luas hingga ke puskesmas-puskesmas dan bersifat gratis, tetap tidak mampu mengejar kecepatan penyebaran penyakit ini. Penyakit ini menyebar melalui udara dari pernafasan penderita ataupun saat penderita batuk, sangat mudah menular kepada orang-orang di sekitarnya baik keluarga, tetangga dan teman. Ditambah lagi keadaan higenitas/kebersihan lingkungan dan udara di negara kita yang relatif buruk.
Bentuk paling umum yang diketahui oleh masyarakat adalah bahwa penyakit TBC menyerang organ paru-paru kita dengan manifestasi klinis berupa batuk-batukĀ atau mungkin sesak nafas. Beberapa penderita juga kadang mengeluhkan suhu tubuh meningkat (demam) yang bersifat naik turun. Beberapa penderita lainnya juga mengeluh suka keringat dingin di malam hari dan berat badan menurun. Pada kasus dengan penyakit TBC lanjut, pasien dapat mengalami batuk berdarah.
Namun ternyata, penyakit TBC ini lebih luas dari hanya gangguan di sistem pernafasan atau paru-paru saja. Kemampuan bakteri TBC untuk menyerang tubuh kita tidak terbatas pada organ paru-paru saja. Tuberculosis mampu menyerang hampir seluruh organ di tubuh kita, termasuk otak dan saraf tulang belakang. Saya harus akui bahwa pasien dengan TBC pada otak dan tulang belakang yang datang ke bedah saraf tidaklah sedikit.
Kenapa saya mengatakan bahwa TBC merupakan penyakit “peniru”….??
Saya jawab dengan sebuah cerita. Seorang wanita muda datang kepada saya dengan keluhan sakit kepala kronis dan kelemahan sesisi tubuh. Pasien sudah mengalami penyakit ini sejak 3 bulan terakhir. Tidak jelas adanya riwayat trauma ataupun infeksi dari cerita pasien. Pasien datang dengan rasa khawatir dan takut yang tidak dapat disembunyikan. Dengan membawa CT Scan dan MRI kepala hasil pemeriksaan dirinya, pasien bercerita kalau dia sudah pernah berobat ke dokter saraf dan dikatakan menderita penyakit tumor otak. Setelah divonis dengan tumor otak, pasien menjadi sangat ketakutan dan kehilangan semangat hidup. Dengan menangis, dia berkata mengapa usia semuda dirinya harus menghadapi kematian sedini mungkin.
Saya berusaha menenangkan wanita muda tersebut dan menyampaikan kepadanya untuk tenang dan bersabar dahulu. Berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang dilakukan padanya serta hasil pemeriksaan pencitraan yang dibawanya, diagnosis pasti penyakitnya belum dapat ditentukan. Memang dari hasil pemeriksaan CT Scan dan MRI kepala terlihat suatu massa menyerupai tumor di dalam otak. Pada saat itu memang saya belum bisa memberikan kesimpulan dari penyakitnya. Kemudian saya menawarkan tindakan operatif untuk mengambil massa yang diduga tumor tersebut dengan tujuan untuk mengetahui jenis massa tumor dan usaha untuk mengurangi massa tumor seoptimal mungkin. Pasien dalam kepasrahan menyetujui tindakan yang saya tawarkan dan kemudian pasien dipersiapkan. Dilakukan tindakan operasi pada pasien satu minggu setelah kedatangannya ke saya. Massa tumor diambil sebagian karena pengambilan secara total dapat membahayakan nyawa pasien. Massa tumor yang diambil kemudian dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Pasien kemudian dirawat pasca operasi.Pasien masih dalam keadaan stres dan tidak punya semangat hidup setelahnya.
Sekitar satu minggu setelah tindakan operasi, keluarlah hasil pemeriksaan massa tumor. Pasien sangat khawatir saat menunggu hasil pemeriksaannya keluar. Kemudian saya membuka amplop hasil pemeriksaan laboratorium. Saya terdiam sejenak kemudian saya menatap pasien dan mulai berbicara. Sebelum saya beri tahu hasilnya, saya bertanya terlebih dahulu kepada pasien apakah pasien pernah mengalami sakit batuk-batuk kronis. Pasien mengangguk. Kemudian saya bertanya apakah di antara anggota keluarga ada yang menderita penyakit TBC dan bila ada, bagaimana dengan pengobatannya. Pasien menjawab ada namun pengobatannya tidak lengkap. Baru kemudian saya memberi tahu pada pasien bahwa hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa pasien tidak menderita tumor otak, tetapi yang ada adalah lesi tuberkulosis pada otak. Penyakit TBC ini dapat sembuh dengan pengobatan yang benar dan teratur. Pada saat itu juga pasien menangis kegirangan dan bersujud syukur. Dia kemudian memeluk saya sekuat tenaga sambil masih terus menangis dan mengucapkan terima kasih. Saya hanya mengatakan kepadanya untuk berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Saya juga kemudian menganjurkan pasien untuk memulai terapi TBC secara teratur.
Enam bulan semenjak pasien pulang dari perawatan di rumah sakit, saya ertemu kembali dengannya di poliklinik. Wanita muda tersebut kelihatan sangat segar, bahkan tubuhnya lebih berisi. Wajahnya penuh dengan senyuman dan matanya berbinar-binar. Wanita muda tersebut kemudian mengatakan bahwa keluhan sudah jauh membaik. Kelumpuhannya semakin membaik dan sakit kepalanya menghilang. Hasil pemeriksaan MRI kepala kontrol menunjukkan massa TBC sudah hampir menghilang sepenuhnya. Dapat dikatakan pasien sudah sehat sekarang.
Penyakit TBC pada otak dapat berbentuk seperti suatu tumor otak dengan gejala-gejala seperti gejala yang ditimbulkan oleh tumor otak. Penyakit TBC merupakan suatu penyakit yang dapat menyerang hampir seluruh organ di tubuh kita dan dapat menjadi berbahaya bila tidak diobati. Namun satu hal yang harus diketahui, bahwa penyakit TBC dapat diobati.