Arsip Kategori: Tulang belakang

Putusnya saraf pada operasi kandungan….kelumpuhan permanen kah…??? Bagaimana selanjutnya…???

Pada suatu hari libur tertanggal merah di kalender, saat saya sedang bersantai di rumah sambil menikmati acara televisi, tiba-tiba saya mendapatkan telefon dari seorang direktur dari sebuah rumah sakit swasta yang cukup terkenal di Jakarta. Sang direktur hanya menyampaikan kepada saya untuk segera menghubungi kamar operasi rumah sakit tersebut karena ada masalah penting yang darurat. Saya kemudian segera menghubungi kamar operasi dan kemudian perawat kamar operasi yang mengangkat kemudian menyambungkan saya kepada seorang dokter ahli kebidanan dan kandungan senior yang sedang melakukan tindakan pengangkatan rahim (histerektomi radikal) pada seorang wanita yang memiliki kanker leher rahim stadium yang sudah cukup lanjut. Dokter tersebut ingin mengkonsulkan sesuatu pada pasiennya yang saat itu masih sedang dalam prosedur tindakan.

Saya cukup bingung dan bertanya-tanya kenapa seorang dokter kandungan memanggil saya, seorang dokter bedah saraf untuk pasien beliau yang sedang dilakukan pengangkatan rahim. Dokter kandungan tersebut kemudian menjelaskan bahwa pada saat beliau mengangkat rahim ternyata ada sebuah saraf yang putus di daerah sekitar rahim tersebut. Beliau kemudian meminta tolong kepada saya untuk datang dan melihat serta memberikan pertolongan. Mendengar keadaan ini saya segera bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Namun dalam hati saya bertanya-tanya, saraf apa yang terputus dan bagaimana tatalaksana sebaiknya. Terus terang, tidak banyak kasus seperti ini yang terjadi dan hampir tidak pernah saya dikonsulkan oleh dokter ahli kandungan kecuali untuk kasus perdarahan otak pada wanita-wanita dengan preeklamsia berat atau eklamsia serta pada kasus-kasus wanita hamil dengan tumor otak.

Sebelum berangkat, saya sempatkan masuk ke perpustakaan sangat kecil yang saya punya dan membuka-buka buku-buku ajar saraf untuk mencari referensi kasus ini serta bagaimana mengatasinya. Saya menemukan banyak tukisan dan artikel yang karena sudah ditunggu oleh pasien di rumah sakit akhirnya saya bawa saja semua buku-buku itu ke rumah sakit. Sesampainya disana saya segera masuk ke kamar operasi dan mengganti baju. Saya masuk ke dalam kamar operasi dan kemudian ditunjukkan saraf yang putus tersebut oleh dokter kandungan tersebut.

Ternyata saya cukup takjub melihat apa yang terjadi. Untuk pertama kalinya saya melihat kejadian/kasus asli di depan mata yang sudah lama saya baca di dalam buku ajar. Akhirnya saya menemukannya juga. Memang berdasarkan referensi bahwa kejadian putusnya saraf sekitar rahim pada prosedur pengangkatan rahim adalah hal yang mungkin terjadi, namun saya akui saya belum pernah melihatnya sebelumnya….apalagi mengerjakan operasi untuk mengatasinya. Yang saya ketahui adalah dengan putusnya saraf ini maka sang pasien ini akan bertambah penderitaanya, yaitu kelumpuhan paha/tungkai sebelah yang akan bersifat permanen.  Saya mengenal dokter kandungan itu sebagai dokter kandungan yang hebat dan juga seorang mentor saya pada waktu saya belajar untuk menjadi dokter umum dulu. Kejadian putus saraf ini juga sudah dijelaskan dalam buku ajar sebagai suatu kejadian yang sering terjadi pada prosedur pengangkatan rahim.

Saraf obturator yang sering terputus pada operasi pengangkatan rahim
Saraf obturator yang sering terputus pada operasi pengangkatan rahim

Kami berdua kemudian berbicara kepada keluarga pasien dan mengutarakan semuanya secara terbuka. Keluarga pasien juga cukup mengerti mengenai kejadian ini dan meminta untuk dilakukan yang terbaik bagi pasien. Sehingga selanjutnya memberikan ketenangan kepada saya untuk bekerja semaksimal mungkin. Dokter kandungan tersebut kemudian menyelesaikan pekerjaannya dan sembari menunggu, saya terus membaca buku ajar bedah saraf dan buku atlas anatomi manusia dengan seksama. Niat saya adalah ingin memberikan hasil yang terbaik untuk pasien.

Setelah dokter kandungan selesai, saya kemudian mulai mengerjakan usaha penyambungan saraf. Sayang sekali, ternyata saraf yang terpotong mengkerut dan memendek sebagai akibat panas alat potong. Saya usahakan untuk membebaskan dan mendekatkan namun usaha tersebut sia-sia. Saya tidak berani memutuskan sarafnya kembali.

Saraf yang terputus dan memendek
Saraf yang terputus dan memendek

Saya kemudian mengambil keputusan untuk melakukan tindakan “graft” saraf yaitu dimana saya mengambil donor saraf dari bagian tubuh yang lain untuk disambungkan pada saraf yang putus itu. Saya ambil saraf dari kaki bagian belakang (saraf yang fungsinya tidak signifikan) sepanjang 2 cm. Saraf tersebut kemudian saya bersihkan dan saya uraikan serabut-serabutnya pada bagian ujungnya. Saya kemudian sambungkan saraf donor tersebut ke saraf yang putus untuk menghubungkan kedua ujungnya. Sungguh bukan pekerjaan yang mudah menyambung benda sekecil saraf, dan selama pengerjaan saya menggunakan mikroskop. Dengan usaha maksimal akhirnya saraf dapat tersambung dalam waktu 3 jam.  Saya cukup puas dengan hasil sambungan ini namun saya belum dapat memprediksi hasilnya. Pasien kemudian dibawa ke ruang rawat intensif.

Saraf pasca disambung dengan donor saraf dari tempat lain
Saraf pasca disambung dengan donor saraf dari tempat lain

Satu hari pasca operasi, saya mengunjungi pasien. Yang pertama saya minta pada pasien adalah untuk menggerakkan kakinya pada sisi saraf yang putus. Alangkah sedihnya saya ketika melihat bahwa pasien sama sekali tidak dapat menggerakkan tungkai/kakinya tersebut. Pasien seperti berusaha dengan sekuat tenaga namun tidak ada hasil sama sekali. Pasien pun sepertinya sangat terpukul. Saya berusaha menenangkannya dan terus memotivasi untuk semangat. Hari kedua pasca operasi, pasien masih tidak dapat menggerakkan tungkainya/kakinya tersebut. Saya sudah pasrah dan sepertinya begitu juga dengan pasien. Namun saya tetap memotivasi pasien untuk bersabar dan semangat. Hari ketiga pasca operasi, saya menemukan sesuatu yang luar biasa. Pasien sedang duduk dengan santai sambil mengayun-ayunkan kakinya. Walau tidak luwes, namun saya sangat bahagia dengan hasil ini. Ternyata sekarang kakinya/tungkainya dapat bergerak. Saya mengucapkan selamat kepada pasien. Pasien pun tampak mulai optimis. Hari-hari selanjutnya pasien mulai latihan untuk berdiri dan melangkah pelan walau masih dibantu dengan dipapah.

Kurang lebih 5 hari yang lalu sebelum saya menulis tulisan ini, pasien datang kontrol kepada saya dengan berjalan begitu gagahnya, Sungguh saya sangat bahagia dan bersyukur akan hal ini. Ternyata Tuhan Yang Maha Kuasa masih memberikan kebaikan dan keberhasilan pada tindakan yang saya lakukan. Pasien juga sangat senang dan sangat bersemangat. Pasien mengucapkan terima kasih yang berulang pada saya namun saya tekankan kepada beliau bahwa ini semua berkah Yang Maha Kuasa.

Kesimpulan dari pengalaman saya ini ternyata saraf perifer memiliki kemampuan regenerasi yang tidak jelek apabila dilakukan penyambungan secepatnya. Berbeda memang dengan saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) dimana kemampuan regenerasi dan pemulihannya sangat jelek. Bagi saya ini merupakan pengalaman yang luar biasa dan akan saya bawa selamanya dalam diri saya sebagai keberkahan pengetahuan dan ketrampilan dari Yang Maha Kuasa.

 

 

 

Impotensi….tidak harus karena gangguan hormon atau psikologis….

Ada yang menarik dengan keluhan impotensi (gangguan ereksi pada alat kelamin laki-laki) yang saya perhatikan dari pasien-pasien yang datang ke saya. Kekhawatiran dan kepanikan seseorang untuk suatu gangguan impotensi jauh melebihi dari kekhawatiran dan kepanikan terhadap gangguan jenis lain, baik kelumpuhan alat gerak, kehilangan sensasi raba bahkan kebutaan. Seseorang dengan gangguan ereksi biasanya selalu segera menyetujui setiap saran pengobatan atau operasi yang saya berikan atau dokter bedah saraf lain berikan. Tetapi seseorang dengan gangguan penglihatan, masih bisa menolak untuk mendapatkan pengobatan operatif hingga kebutaan menyerangnya. Bahkan seorang pasien tidak memperdulikan biaya pengobatan yang besar untuk masalah impotensi, sedangkan biaya obat yang relatif tidak mahal untuk penyakit kejang masih sering dikritik oleh pasien dan keluarganya. Sepertinya masalah impotensi ini menduduki posisi yang penting dibandingkan kelainan lainnya.

Selama ini banyak kita baca di majalah-majalah yang membahas tentang kesehatan atau media-media elektronik yang membicarakan tentang penyakit, yang mengupas masalah mengenai impotensi. Banyak orang yang berkonsultasi melalui media-media ini tentang gangguan ereksi/disfungsi ereksi yang mereka alami. Biasanya para ahli kesehatan akan merespon dengan mengatakan hal itu sebagai suatu kelainan psikologis yang biasanya didasari oleh masalah di keluarga, pekerjaan, atau keletihan. Sehingga sering dianjurkan untuk beristirahat atau berkonsultasi untuk masalah keluarga dan lain-lain. Selain itu, penyebab lain yang sering diungkapkan adalah akibat gangguan hormonal sehingga dianjurkan untuk berobat ke dokter andrologi atau dokter ahli hormon.

Namun yang sering dilupakan adalah impotensi dapat juga merupakan akibat dari gangguan fungsi saraf. Sistem saraf otonom yang merupakan sistem pengatur koordinasi ereksi dan ejakulasi pada pria dapat menjadi terganggu karena berbagai sebab. Akibatnya dapat terjadi impotensi. Gangguan pada saraf otonom seperti sistem saraf lainnya dapat terjadi akibat suatu proses iritasi dan/atau kompresi pada saraf. Suatu penekanan saraf seperti pada kasus tumor spinal, HNP (Hernia Nucleus Pulposus), atau malformasi vaskuler di saraf tulang belakang dapat mengakibatkan gejala impotensi. Hal ini sering terlupakan dan kemudian akan menjadi lebih berat. Pada akhirnya setelah terapi konsultasi dan hormonal gagal, barulah pasien dikirim ke dokter saraf atau bedah saraf. Kerusakan saraf yang sudah lanjut akan sulit untuk disembuhkan.

Oleh karena itu, bila memiliki keluhan atau gangguan impotensi, apalagi disertai dengan gangguan saraf lainnya yang menyertai, waspadalah kemungkinan suatu gangguan atau penyakit yang menyerang saraf tulang belakang. Diagnosis pati yang dilakukan dengan segera dilanjutkan dengan terapi mungkin dapat membantu masalah ini sehingga akan memberikan kebahagiaan bagi anda dan keluarga.

Masalah Impotensi

Peregangan sendi leher secara aktif dan kuat….kebiasaan yang membahayakan…!

Mungkin kita sering melihat seseorang melakukan peragangan sendi leher secara aktif dengan cara mendorong dagu dan kepala ke salah satu sisi baik kanan atau kiri yang kemudian menimbulkan suara “klik” pada sendi leher. Hal ini sering dilakukan oleh anak-anak muda dan remaja, atau mungkin kita sendiri sudah sering melakukannya. Bahkan tukang pijat atau tukan cukur/potong rambut sering melakukannya saat memijat kita.

Setelah melakukan peregangan aktif sendi leher itu dan setelah timbul suara “klik” pada sendi leher maka seseorang tersebut akan merasakan kenyamanan karena kurangnya ketegangan pada sendi leher. Hal ini kemudian akan memicu orang-orang tersebut untuk melakukannya kembali saat leher terasa tegang dan lama kelamaan menjadi kebiasaan. Namun apakah mereka atau kita mengetahui ancaman dan bahaya dari tindakan dan gerakan tersebut…??

Tidak sedikit saya menemukan pasien-pasien muda/remaja yang datang ke unit gawat darurat dengan kelumpuhan seluruh alat gerak (tangan dan kaki) pasca melakukan peregangan aktif sendi leher tersebut. Pasien-pasien tersebut tidak dapat menggerakkan tangannya dan tidak dapat berjalan. Di antaranya juga mengalami gangguan berkemih dan buang air dimana tidak dapat mengontrolnya dengan baik. Yang lebih parah di antara mereka ada yang tidak dapat bernafas secara spontan sehingga membutuhkan alat bantu nafas segera. Mengapa ini bisa terjadi…??

Sendi leher (hubungan antara ruas pertama dan kedua tulang leher dengan bagian basis kepala) merupakan suatu susunan yang kompleks dan kuat namun memiliki kemampuan pergerakan yang sangat luwes. Sendi-sendi tersebut terbentuk dari berbagai hubungan jaringan ikat penyambung yang disebut ligamen yang menghubungkan tulang dengan tulang. Terdapat sebuah tulang yang menjulang ke atas dari ruas kedua tulang leher sebagai sumbu perputaran leher dan kepala kita. Pada saat seseorang melakukan peregangan aktif sendi leher yang terlalu berlebihan dan sering akan merusak dan menganggu kekuatan serta elastisitas dari ligamen-ligamen tersebut. Suara “klik” yang timbul menunjukkan adanya benturan antara tulang bahkan mengakibatkan pergeseran tulang. Pada keadaan ekstrim, ligamen-ligamen akan putus dan tulang akan retak atau hancur sehingga tulang leher akan menjadi tidak stabil dan bergeser. Akibatnya, saraf tulang belakang di leher akan tertekan dan terluka. Saraf tulang belakang tersebut mengatur seluruh fungsi badan dari leher ke bawah, baik fungsi pergerakan, rasa, kontrol organ-organ dalam (misalnya fungsi pernafasan dan fungsi jantung), berkemih, fungsi seksual, dan lain-lain. Pada saat saraf di leher rusak maka seluruh sistem dan fungsi tersebut di atas akan mengalami gangguan sehingga muncullah gejala-gejala yang membahayakan fungsi hidup pasien-pasien tersebut.

Patah tulang leher

 

Tindakan yang dapat dilakukan oleh seorang dokter bedah saraf adalah operasi untuk melepaskan tekanan pada saraf tulang belakang, reduksi dan reposisi tulang leher disertai dengan pemasangan alat untuk menciptakan kestabilan. Kemampuan pulih tergantung sejauh mana kerusakan saraf sudah tercapai namun sangat sulit untuk kembali menjadi normal seperti sebelumnya. Tindakan operasi yang tidak dilakukan dengan segera akan dapat membahayakan nyawa pasien karena seluruh fungsi tubuhnya akan mengalami kegagalan.

Fiksasi tulang leher dengan "screw"

 

Oleh karena itu, hati-hatilah dalam melakukan peregangan sendi leher secara aktif baik yang kita lakukan sendiri atau dilakukan oleh orang lain. Mungkin memang memberikan kenyamanan sementara namun dapat merugikan seumur hidup bahkan mengancam nyawa. Daripada melakukan peregangan sendi leher secara aktif saat leher tegang, jauh lebih baik beristirahat dengan berbaring atau tidur.

Nyeri pinggang jangan disepelekan, cari informasi dan bertanyalah sebanyak-sebanyaknya…

Sekitar sebulan yang lalu, saya melihat seorang pasien yang sedang dirawat di sebuah rumah sakit swasta di jakarta. Kebetulan pasien ini dikonsulkan ke bedah saraf, dan dikatakan bahwa pasien ini berasal dari luar kota, tepatnya dari salah satu propinsi di pulau sumatera. Adalah seorang wanita muda, berusia sekitar 30 tahunan yang terbaring di tempat tidur dan kelihatan kaku. Bila dilihat dengan jelas, wanita muda ini memiliki paras dan tubuh yang sebenarnya sehat, namun hanya bisa terbaring dan tidak banyak bergerak.

Saya kemudian memperkenalkan diri, “Selamat pagi bu, nama saya dokter Andra, saya adalah dokter spesialis bedah saraf. Ada apa ini ibu sampai dirawat di rumah sakit?’ Saya juga memegang tangannya dan berusaha menunjukkan rasa empati. Spontan wanita muda itu bercerita panjang dengan wajah sedih dan menunjukkan rasa tersiksa yang berkepanjangan. “Saya sudah tidak bisa jalan dok. Sudah 2 minggu saya benar-benar tidak bisa berjalan”, kata wanita tersebut. Saya kemudian coba menenangkannya. “Bagaimana awalnya bu?”, saya tanya lagi. Kemudian wanita itu menjawab, “Awalnya sekitar 2 tahun yang lalu dok, saya merasakan nyeri pada pinggang saya yang semakin lama semakin sakit. Kalau saya berjalan atau bekerja, maka sakitnya akan bertambah. Saya berobat ke dokter di tempat asal saya dan kemudian saya disarankan bertemu dengan seorang dokter lain di jakarta. Dokter di jakarta tersebut kemudian hanya memberikan obat-obatan anti nyeri. Awalnya sedikit enak tapi kemudian nyeri kembali dan semakin memberat. Saya kemudian mulai disuntik anti nyeri di daerah pinggang. Berulang kali saya disuntik bahkan sudah sampai puluhan kali, tapi tidak ada perbaikan. Biayanya juga tidak kecil. Saya sempat bertanya kenapa tidak ada perbaikan tapi dokter tersebut hanya mengatakan kalau saya terlalu manja dan lemah terhadap nyeri. Saya sedih sekali karena dokter saya mengatakan saya mengada-ada dengan nyeri saya. Saya kemudian hanya bersabar dan menahan nyeri, hingga 2 bulan lalu kedua kaki saya mulai kesemutan dan baal. Saya masih menahan diri. Tapi sejak 2 minggu lalu saya tidak bisa berjalan sehingga saya kembali ke jakarta dan atas saran keluarga kemudian menemui dokter spesialis bedah saraf”, begitu cerita wanita muda itu.

Saya kemudian memeriksa wanita muda itu, dan terlihat memang kedua tungkai bawahnya sudah lemah. Saya kemudian melihat pemeriksaan pencitraan dan saya sangat terkejut melihat kelainan di tulang belakang bagian bawahnya. Terlihat penjepitan saraf oleh bantalan tulang yang begitu berat yang disebut dengan penyakit “HNP”. Dengan berat hati saya mengatakan bahwa beliau mempunyai penyakit yang seharusnya dioperasi sejak dulu. Saat ini kerusakan sarafnya sudah berat dan saya tidak bisa menjanjikan suatu kesembuhan bila dioperasi. Namun wanita muda itu memaksa dan meyakinkan saya bahwa dia ingin segala usaha dilakukan walau hasilnya tidak ada, karena dia sudah lelah diobati dan disuntik selama ini.

Atas persetujuannya, wanita tersebut kemudian dioperasi. Operasi berjalan lancar. Pasca operasi, perbaikan mulai terlihat, kekuatan kaki mulai bertambah walau tidak sepenuhnya normal. Wanita muda itu sangat senang dan tidak ada yang lebih membahagiakan bagi saya saat seorang pasien begitu senang dengan apa yang kita kerjakan.

Hati-hati pada penyakit nyeri pinggang. Bila tidak ditatalaksana dengan benar, kelumpuhan akan menjadi ancaman serius. Selain itu, operasi mungkin merupakan jalan yang terbaik untuk mencapai kualitas kehidupan seoptimal mungkin. Sebagai orang yang menderita nyeri di pinggang, carilah pertolongan segera. Jangan pasrah hanya pada satu dokter dan kemudian membiarkan diri semakin sakit. Cari informasi dan bertanyalah sebanyak-banyaknya.

Sebagai dokter, hargailah rasa nyeri yang dikeluhkan pasien. Bila kita tidak mampu memberikan pertolongan atau memberi kabaikan pada pasien, segeralah rujuk kepada dokter lain yang mampu atau lebih mampu. Hormati dan anggap pasien-pasien kita itu sebagai keluarga kita sendiri.

Hati-hati dengan masalah nyeri pinggang…….

Nyeri pinggang merupakan keluhan ketiga terbanyak yang membawa seseorang berobat ke dokter. Sebagian dari mereka mengalami kesembuhan yang melegakan. Namun sebagian lainnya lagi belum mendapatkan kesembuhan yang mereka cari. Sebenarnya apa itu nyeri pinggang atau yang sering disebut sebagai “low back pain”? Secara definisi kata, nyeri pinggang adalah rasa tidak nyaman atau sakit pada daerah pinggang. Namun pada kenyataannya, nyeri pinggang itu sangat bervariasi. Begitu banyak organ di daerah pinggang yang dapat menimbulkan nyeri pinggang. Sebut saja gangguan otot, tulang, saraf dan bahkan gangguan ginjal. Masing-masing sebenarnya memiliki karakteristik nyeri yang khusus, ditambah pula dengan gejala-gejala tambahan lainnya yang khusus pula. Seorang dokter yang pandai akan mampu membedakan kelainan-kelaianan yang terkait dengan nyeri pinggang itu.
Tidak sedikit nyeri pinggang disebabkan karena kelainan persarafan di daerah pinggang atau punggung. Selain itu biasanya kelainan saraf akan disertai dengan gejala-gejala tambahan lainnya seperti kesemutan, baal dan bahkan kelumpuhan. Seorang dokter bedah saraf yang baik memiliki kemampuan untuk mencari dan menentukan kelainan saraf tersebut. Pengetahuan tentang riwayat penyakit dan perjalanan penyakit penderita, pemeriksaan fisik yang baik disertai dengan pemeriksaan penunjang yang tepat, akan mendapatkan diagnosis kelainan saraf yang tepat pula. Terapi baik pembedahan atau tanpa pembedahan juga telah banyak pilihannya.
Namun sayangnya, sebagian besar masyarakat kita masih ragu dan takut untuk berobat ke dokter, apalagi ke dokter spesialis bedah saraf. Mereka kemudian akan menahan rasa sakitnya, mengkonsumsi obat-obatan sendiri atau mencari pertolongan kepada pengobatan alternatif. Tidak salah setiap orang memilih tempat untuk berobat, tapi pada akhirnya para penderita nyeri pinggang tersebut akan berobat ke dokter juga, dengan keadaan yang sudah sangat buruk, nyeri yang hebat serta kelumpuhan. Di saat itu, dokter bedah saraf tidak dapat memberikan hasil yang baik dibandingkan bila terapi medis diberikan lebih dini saat kondisi masih lebih baik. Terapi operatif juga akan dipilih bila memang punya indikasi yang kuat, dan setiap dokter bedah saraf yang baik akan mampu melakukan tindakan operatif tersebut.
Oleh karena itu, bila merasakan nyeri pinggang yang mengganggu, segeralah dibawa berobat ke dokter. Pengobatan yang dilakukan lebih dini akan memberikan hasil yang lebih baik. Satu hal lagi, terapi operatif bertujuan untuk menyelamatkan fungsi saraf dari perburukan lebih lanjut, bukan untuk menimbulkan kelumpuhan.