Arsip Tag: carotid stenosis

Tindakan “Brain Wash” pada stroke…misteri otak yang masih harus terus ditelusuri….

Pada bulan Desember 2012 ini, saya mendapatkan kehormatan dengan diundang untuk melakukan tindakan kateterisasi otak atau yang disebut dengan “Endovascular Neurosurgery / Neuro Intervensi” di kota Medan. Tindakan ini merupakan kekhususan keilmuan bedah saraf yang sempat saya pelajari di Jepang pada tahun 2011. Saya mendapatkan undangan dari seorang dokter spesialis bedah saraf disana, Dr. dr. Ridha Dharmajaya, SpBS, dimana beliau juga adalah senior saya selama menjalani pendidikan bedah saraf di Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM dulu. Sebanyak 7 pasien dapat beliau kumpulkan dan terima untuk menjalani tindakan kateterisasi otak tersebut. Sebagian besar dari pasien-pasien tersebut datang dengan keluhan kelumpuhan akibat serangan stroke yang sudah diderita beberapa hari hingga beberapa minggu sebelumnya. Keluhannya bervariatif namun sebagian besar datang dengan kelumpuhan satu sisi tangan dan kaki. Ada juga dengan keluhan sulit berbicara hingga “cadel”. Tindakan kateterisasi ini saya tujukan untuk melihat dengan jelas struktur pembuluh darah otak dan mencari pembuluh darah otak yang mengalami sumbatan tersebut.

Brain Wash

Alhamdulillah, 7 kasus tersebut dapat diselesaikan dalam 1 hari tanpa ada halangan yang berarti, dan kita dapat menemukan lokasi-lokasi tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah tersebut. Hampir seluruh kasus menunjukkan kelainan yang nyata yang terlihat dengan jelas sekali dari tindakan angiografi/kateterisasi yang kita lakukan. Dengan diketahui secara jelas lokasi dan jenis gangguan yang mengakibatkan hambatan aliran darah ke jaringan otak maka saya dapat memberikan rekomendasikan tindakan atau tatalaksana selanjutnya yang sebaiknya dilakukan. Pilihan memang terbuka antara tindakan operasi membuang “plaque” di dalam pembuluh darah atau tindakan pemasangan stent dengan tujuan memperlebar pembuluh darah yang menyempit atau tertutup tersebut.

Penyumbatan pembuluh darah

Dari semua kasus tersebut, setelah tindakan kateterisasi untuk melihat lokasi penyumbatan dilakukan, saya berinisiatif untuk melakukan tindakan yang sering dikenal dengan “Brain Wash”. Tindakan “Brain Wash” ini dilakukan dengan mengalirkan suatu zat yang mampu menghancurkan atau mencairkan sumbatan pada pembuluh darah, yang dihantarkan melalui kateter kecil di dalam pembuluh darah. Saya melakukan hal ini hanya sebagai tambahan tindakan belaka tanpa tujuan apapun mengingat para pasien sudah mengalami stroke dalam waktu yang cukup lama. Tidak terpikir oleh saya dan saya tidak mengira kalau akan ada perubahan yang dialami oleh para pasien tersebut yang saya lakukan tindakan “Brain Wash”.

Namun………..perkiraan saya salah………..!!

Saya melakukan tindakan endovaskuler/neuro-intervensi

Tidak saya duga, pasca tindakan selesai, beberapa pasien menunjukkan suatu hasil yang mengejutkan. Secara spesifik dan yang paling jelas terjadi pada dua pasien dimana keduanya mengaku pada saya bahwa kekuatan tangan dan kaki mereka yang telah lumpuh seperti kembali lagi walau belum sempurna. Saya saat itu hanya bisa terdiam dan terkejut melihat pasien-pasien ini menunjukkan tangan dan kaki mereka sembari menggerak-gerakkannya dengan wajah yang ceria. Pasien-pasien tersebut kemudian langsung menghaturkan rasa terima kasihnya, namun saya hanya mengatakan kepada mereka untuk bersyukur kepada Yang Maha Kuasa. Saya berusaha mengkonfirmasi ulang kepada para pasien apakah benar mereka merasa kelumpuhannya mengalami perbaikan, dan bahwa bukan hanya faktor psikologis saja akibat pasca dilakukan tindakan. Tetapi mereka tetap bersikeras bahwa kekuatan tangan dan kaki mereka jauh lebih baik.

Setelah mengantarkan para pasien ke ruang rawat dan ruang observasi, saya pulang dengan diantarkan oleh Dr. Ridha. Sejak saat itu hingga sekarang, benak saya selalu dipenuhi dengan pertanyaan, apa sebenarnya faktor yang menentukan keberhasilan tersebut? Teori lama yang selama ini terus terbukti benar dan dipertahankan menyatakan bahwa jaringan otak yang tidak mendapatkan suplai darah lebih dari 3-8 jam akan mengalami kematian permanen yang tidak mungkin bisa diperbaiki walau dengan tindakan yang mampu membuka aliran tersebut kembali. Namun apakah mungkin ada hal baru yang belum saya ketahui….?

Ini akan menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi kita ahli bedah saraf dan saraf, khususnya bagi saya. Memang otak masih merupakan misteri besar bagi manusia dan seperti saya sampaikan pada tulisan-tulisan saya sebelumnya bahwa otak merupakan organ yang sangat “pintar”. Masih banyak yang harus dicari jawabannya.

3D Angiogram of Carotid Stenosis

Saya tetap memotivasi dan menyarankan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan “screening” pembuluh darah otak, khususnya bila telah memiliki faktor resiko kemungkinan sumbatan seperti adanya penyakit tekanan darah tinggi, penyakit gula, penyakit kadar kolesterol yang tinggi, penyakit jantung, obesitas dan tentunya faktor usia. Dengan tindakan “angiografi/kateterisasi otak” kita dapat memeriksa dan mengetahui pembukuh darah mana yang merupakan calon untuk mengalami sumbatan atau calon untuk pecah. Cegahlah sebelum terjadi penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah tersebut. Cegahlah stroke dan selamatkan produktifitas anda semua.

Endovascular Neurosurgery / Neuro Intervensi di Medan, Desember 2012

Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan melalui blog ini ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Ridha Dharmajaya, SpBS, seorang dokter spesialis bedah saraf di kota Medan yang telah mengundang saya untuk melakukan tindakan Neuro-Intervensi (termasuk di dalamnya adalah “Brain Wash”) disana terhadap 7 pasien dengan berbagai kelainan medis namun didominasi dengan penyakit stroke iskemik. Saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh teman-teman perawat dan penunjang ruang tndakan “Angio-Suite” yang telah membantu begitu besarnya sehingga tindakan yang kita kerjakan bisa berjalan dengan baik.

Pada kesempatan itu pula saya banyak belajar dari Dr. Ridha dan dari teman-teman perawat disana baik mengenai falsafah medis dan teknik operasi. Saya juga menjumpai hal-hal yang tidak saya prediksi yang membuat saya semakin tertarik memberikan pelayanan “Endovascular Neurosurgery / Neuro-Intervensi” ini bagi masyarakat Indonesia. Juga kesempatan tersebut saya gunakan untuk pulang ke kota kelahiran saya dan bernostalgia dengan keluarga disana. Alhamdulillah…

Tindakan Endovaskuler / Neuro-Intervensi di kota Medan

Angiografi otak…pemeriksaan yang dapat mengubah masa depan…

“Bukankah sangat menyenangkan bila anda dapat hidup hingga 100 tahun dalam keadaan sehat dan produktif…”

“Bukankah punya usia lebih panjang dalam keadaan sehat memberikan waktu lebih banyak menikmati hidup ini…”

“Bukankah mencegah penyakit jauh lebih menyenangkan dibandingkan sakit dan berusaha untuk sembuh…”

Pada tahun 2011, saya mendapat kesempatan untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan kemampuan serta ketrampilan saya dengan mempelajari ilmu dan teknik “Endovascular Neurosurgery” atau yang disebut juga dengan “Neuro-Intervensi” sebagai bagian dari pendidikan sub-spesialis atau super spesialis bedah saraf bagi diri saya di Tokyo, Jepang. Ilmu dan teknik ini mirip dengan yang diterapkan oleh dokter spesialis jantung yang melakukan kateterisasi jantung dan pemasangan balon serta “stent” di jantung, namun dilakukan di otak. Ilmu dan teknik “endovascular neurosurgery” adalah suatu tindakan “minimal invasif” dengan menggunkan kateter atau selang kecil yang di arahkan ke pembuluh darah otak untuk melakukan berbagai hal di pembuluh darah otak, seperti melepaskan sumbatan di pembuluh darah otak atau menutup pembuluh darah otak yang bocor atau berisiko bocor. Salah satu yang dapat dilakukan oleh teknik endovascular neurosurgery adalah melakukan “screening” dan melihat adanya kelainan di pembuluh darah otak dengan memasukkan zat warna/kontras ke dalam pembuluh darah otak melalui kateter dan selang yang kecil tadi.

Bukan suatu keragu-raguan lagi bahwa dasar dari berbagai penyakit di dalam otak bahkan di seluruh tubuh kita adalah sistem pembuluh darah. Pembuluh darah yang begitu banyaknya secara konstan mengalirkan darah yang mengandung zat energi dan oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Aliran darah tersebut juga dikontrol oleh kebutuhan tubuh, kadang aliran bisa cepat, dan kadang bisa pula lambat. Masalah akan muncul saat pembuluh darah tersebut menjadi tersumbat atau pecah. Aliran darah akan menjadi terganggu dan pada akhirnya akan mengakibatkan kematian jaringan tubuh yang disuplai oleh pembuluh darah yang rusak tersebut. Jaringan tubuh yang rusak dan mati inilah selanjutnya akan menyebabkan munculnya berbagai macam penyakit.

Penyempitan pembuluh darah sebagai pencetus serangan stroke. Pada gambar di sebalh kanan tampak intervensi dilakukan dengan pemasangan stent untuk melebarkan saluran pembuluh darah
Penyempitan pembuluh darah sebagai pencetus serangan stroke. Pada gambar di sebalh kanan tampak intervensi dilakukan dengan pemasangan stent untuk melebarkan saluran pembuluh darah

Begitu pula dengan organ otak, yang merupakan bagian terpenting di tubuh kita, sebagai pusat kontrol dari semua fungsi tubuh, akan sangat mudah terganggu bila aliran darah tidak baik. Gangguan aliran darah akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak itu disebut dengan stroke, dan seperti dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya, efek dari stroke adalah sangat merusak dan menghilangkan produktifitas seseorang bahkan mengakibatkan kematian. Sebenarnya kejadian stroke bukan merupakan kejadian yang datang tiba-tiba. Memang, serangan stroke datang dalam sekejab, namun sebenarnya proses yang memulai terjadinya serangan stroke sudah berlangsung lebih lama. Sejak awal, sudah mulai terjadi perubahan sifat dari pembuluh darah otak yang kemudian dalam prosesnya akan semakin rusak hingga tercapai batas toleransi akhir si pembuluh darah untuk berfungsi dengan baik. Proses yang terjadi ini berupa  proses penyumbatan yang progresif atau pembentukan sumbatan yang akan menyumbat di daerah lain dan peningkatan kemungkinan pecahnya pembuluh darah. Sayang sekali, pada saat proses ini dimulai dan sedang berjalan, selama masih ada toleransi dari pembuluh darah otak (dan leher) serta jaringan otak itu sendiri, maka tidak ada atau sangat minimal gejala yang mungkin timbul. Gejala-gejala kesemutan atau kelemahan sesisi tubuh yang berlangsung sebentar atau gejala-gejala lainnya yang bisa hilang sendiri merupakan petunjuk bahwa batas toleransi sudah hampir terlewati. Walaupun begitu, masih banyak orang yang tidak menyadarinya dan tidak mencari pertolongan medis.

Gambar menunjukkan pembuluh darah menipis dan membesar seperti balon yang akan pecah. Pecahnya pembuluh darah ini akan mengakiatkan kecacatan permanen dan kematian. Intervensi "Endovascular Neurosurgery" dapat dilakukan dan mencegah kecacatan dan kematian tersebut
Gambar menunjukkan pembuluh darah menipis dan membesar seperti balon yang akan pecah. Pecahnya pembuluh darah ini akan mengakiatkan kecacatan permanen dan kematian. Intervensi “Endovascular Neurosurgery” dapat dilakukan dan mencegah kecacatan dan kematian tersebut

Kembali kepada pengalaman saya menimba ilmu saat itu di Tokyo, salah satu yang membuat saya kagum adalah melihat begitu banyak pengunjung rumah sakit yang berusia sangat tua (usia 90-100 tahun) yang datang sendiri, berjalan dengan kedua kakinya dengan sangat gagah, untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan secara berkala (Medical Check Up). Pemeriksaan yang dilakukan berupa “screening” pembuluh darah otak dengan tindakan angiografi serebral. Para pengunjung lansia ini melakukan pemeriksaan ini secara rutin setiap 6 bulan untuk memastikan pembuluh-pembuluh darah otak mereka dalam keadaan baik. Saya bersama mentor saya disana, seorang professor bedah saraf dan asisten-asisten professor yang ahli dalam bidang “endovascular neurosurgery” melakukan puluhan angiografi diagnostik setiap hari untuk melihat keadaan pembuluh darah leher dan otak para penduduk Jepang. Dari pemeriksaan yang kami lakukan, tidak sedikit kami menemukan banyak pembuluh darah yang sudah mulai mengalami kerusakan berupa penyumbatan dan calon pecah. Dari hasil temuan itu, kami kemudian melakukan intervensi dengan tindakan yang sama untuk mencegah penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah. Setalah tindakan dilakukan, kita selalu menganjurkan agar dilakukan pemeriksaan pembuluh darah leher dan otak secara berkala (6 bulan).

Saya saat berada di Jepang, mengerjakan "endovascular neurosurgery" bersama professor-professor disana untuk berbagai kasus kelainan pembuluh darah otak yang mengakibatkan stroke
Saya saat berada di Jepang, mengerjakan “endovascular neurosurgery” bersama professor-professor disana untuk berbagai kasus kelainan pembuluh darah otak yang mengakibatkan stroke

Hasilnya adalah ternyata sebagian besar penduduk Jepang dalam keadaan sehat dan jarang terkena serangan stroke. Tindakan pelacakan (screening) keadaan pembuluh darah otak dan leher dan melakukan pengobatan secara dini ternyata memberikan kesempatan bagi usia lansia untuk hidup lebih panjang dan lebih produktif. Banyak sekali saya menemukan diantara para lansia yang sudah berusia diatas 80 tahun tetapi masih aktif bekerja di berbagai bidang. Kekuatan dan gerakan mereka tidak ubahnya seperti orang yang berusia 40-50 tahun. Sungguh sangat mencengangkan…

Dibandingkan dengan keadaan di Indonesia, dimana sebagian besar pasien datang sudah mengalami serangan stroke, sudah mengalami kelumpuhan bahkan sudah kehilangan nyawa akibat pecahnya pembuluh darah, sungguh sangat berbeda dengan apa yang saya perhatikan di Jepang. Angka serangan stroke di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat drastis dan usia yang mengalami stroke semakin muda. Tidak terhitung banyaknya kerugian yang dialami oleh keluarga, masyarakat dan negara akibat stroke ini. Semua diakibatkan oleh pola hidup yang buruk dan tidak dilakukannya “medical check up” yang baik untuk keadaan otak dan pembuluh darah otak dan leher.

Kekurangan “medical check up: yang ban yak dilakukan di Indonesia adalah tidak pernahnya dilakukan “screening” hingga ke keadaan otak dan pembuluh darah otak. Biasanya medical check up hanya terbatas sampai pemeriksaan darah di laboratorium dan foto toraks (untuk melihat keadaan paru-paru dan jantung) serta EKG jantung. Tindakan CT Scan kepala atau MRI kepala atau angiografi kepala tidak pernah masuk dalam menu “medical check up”. Alasannya adalah karena biayanya mahal. Tapi apakah tidak lebih mahal biaya bila sudah mengalami stroke….???

Pada akhirnya, saya sangat dan selalu menyarankan agar sayangilah otak anda. Lakukan screening keadaan otak dan pembuluh darah otak dengan tindakan pencitraan kepala dan angiografi. Dengan mengetahui secara dini apa yang akan terjadi, maka dapat dilakukan pencegahan dengan baik. Kerusakan permanen otak dapat dicegah dan produktifitas dapat dijaga.

Alhamdulillah, saya sudah melakukan dan membantu banyak pasien di Jepang. Keinginan saya sekarang adalah membantu masyarakat dan bangsa saya sendiri untuk mencegah dari serangan stroke yang mengerikan itu.  Semoga saya diberikan kesempatan untuk memberikan pertolongan “endovascular neurosurgery” itu berupa tindakan angiografi diagnostik dan intervensi terhadap berbagai kelainan pembuluh darah leher dan otak.

Saya melakukan tindakan angiografi dan intervensi di Indonesia. Semoga dapat membantu masyarakat dan bangsa Indonesia
Saya melakukan tindakan angiografi dan intervensi di Indonesia. Semoga dapat membantu masyarakat dan bangsa Indonesia