Arsip Kategori: Fungsi

Dandy Walker Syndrome…ancaman pada otak kecil…ancaman pada seluruh fungsi tubuh…

Saya menerima banyak sekali konsultasi melalui blog saya ini atau melalui email saya yang menanyakan tentang suatu penyakit unik yang disebut dengan “Dandy Walker Syndrome”. Penyakit ini ditemukan oleh “Walter Dandy” dan “Arthur Earl Walker” sehingga disebut dengan “Dandy Walker Syndrome”. Penyakit ini menjadi kekhawatiran para orangtua dikarenakan anak-anak mereka didiagnosis dengan kelainan ini, dikatakan berat dan tidak dapat diobati. Dokter-dokter mereka mengatakan bahwa penyakit ini terjadi pada anak-anak dan berbeda dengan hidrosefalus serta berakibat lebih buruk daripada hidrosefalus saja.

Harus saya akui bahwa pendapat itu benar. Saya akan mencoba menjelaskan dalam bahasa yang mudah-mudahan para pembaca blog saya dapat mengerti tentang penyakit ini.

Dandy Walker Syndrome merupakan suatu sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi pada seorang anak akibat tidak terbentuknya “pintu keluar” cairan otak dari dalam kepala. Dalam bahasa medis, pintu keluar ini disebut dengan suatu lubang khusus yaitu yang dinamakan dengan “Foramen Luschka dan Magendie”. Dalam teorinya, cairan otak manusia tersebut berada di dalam rongga cairan otak yang setiap hari diproduksi di dalam kepala dan setiap hari juga dibuang ke tubuh kita. Pada kondisi tertentu terjadi gangguan aliran cairan otak tersebut sehingga terjadilah penumpukan cairan otak yang disebut dengan “Hidrosefalus”. Hal ini akan berdampak terjadinya pembesaran rongga cairan otak yang akan menekan jaringan otak di sekitarnya. Pada Dandy Walker Syndrome, tidak terbentuknya pintu keluar ini yang mengakibatkan gangguan aliran cairan otak, pembesaran pada rongga cairan otak di sekitar otak kecil (ventrikel IV), disertai pula dengan terbentuknya kista besar di daerah otak kecil (serebelum), sehingga sebagian otak kecil (bagian tengah dari otak kecil) kemudian tidak tumbuh. Tidak tumbuhnya ini kemungkinan karena terhambat oleh kista berisi cairan otak yang menumpuk tersebut.

Dandy Walker ; tidak terbentuknya sebagian otak kecil
Dandy Walker ; tidak terbentuknya sebagian otak kecil

 

Penderita Dandy Walker Syndrome dapat disertai dengan hidrosefalus atau juga tidak. Dari beberapa rujukan menunjukkan angka sekitar 70-80% penderita Dandy Walker Syndrome juga disertai dengan hidrosefalus. Hidrosefalus ini disebabkan oleh gangguan aliran cairan otak seperti yang saya jelaskan diatas.

Dandy Walker disertai dengan hidrosefalus
Dandy Walker disertai dengan hidrosefalus

 

Lalu kenapa dikatakan bahwa penyakit “Dandy Walker Syndrome” ini lebih berat daripada hidrosefalus saja….??

Secara logis, selain adanya kerusakan akibat hidrosefalus, pada Dandy Walker Syndrome juga terdapat gangguan pada pembentukan otak kecil (serebelum). Otak kecil yang berfungsi sebagai pusat pengatur keseimbangan tubuh, pusat pengatur koordinasi tubuh dan pusat pengatur tonus otot di seluruh tubuh, akan terganggu fungsinya pada Dandy Walker Syndrome. Si anak penderita Dandy Walker Syndrome diprediksi akan sulit menjaga postur tubuh tegak maupun berjalan, kesulitan dalam mengkoordinasikan gerakan tangan dan kaki serta terdapat kelemahan pada sistem alat geraknya akibat tonus otot yang tidak adekuat.

Disayangkannya lagi adalah bahwa dalam penyakit “Dandy Walker Syndrome”, terdapat kata “Syndrome” di dalamnya. Sindrom disini artinya adalah kumpulan gejala-gejala (lebih dari satu atau dua gejala). Selain gangguan pada fungsi otak besar dan otak kecil, ternyata pada para anak penderita “Dandy Walker Syndrome” juga mengalami gangguan pembentukan dan pertumbuhan pada sistem organ lain di dalam tubuh. Data menunjukkan bahwa pada ‘Dandy Walker Syndrome” juga terdapat gangguan pada sistem jantung pembuluh darah, sistem paru dan pernafasan, sistem ginjal dan lain-lain. Kondisi ini menunjukkan bahwa telah terkadi kegagalan pembentukan sistem organ yang kompleks dan hampir menyeluruh.

Tindakan bedah saraf yang dilakukan untuk penderita Dandy Walker Syndrome adalah dengan pemasangan selang pintasan dari daerah otak kecil (tempat kista berada) ke perut, disebut juga dengan “Cystoperitoneal shunt”. Bila terdapat hidrosefalus, maka dipasang juga selang pintasan dari rongga cairan otak menuju rongga perut (Ventriculoperitoneal shunt; VP SHUNT). Pemeriksaan oleh bidang spesialistik lain sangat diperlukan untuk mencari kemungkinan gangguan pada sistem organ yang lain, dan terapi harus dilakukan bila memang terindikasi.

Kabar mengenai prognosis ke depan yang harus saya sampaikan pada orangtua anak penderita “Dandy Walker Syndrome” memang tidaklah sebaik pada hidrosefalus saja. Gangguan sistem organ yang begitu kompleks sering membuat sang anak tidak dapat bertahan hidup lama. Oleh karena itu, diagnosis “Dandy Walker Syndrome” ini harus ditegakkan secara jelas dan hati-hati. Upaya pertolongan harus tetap diberikan, sembari melihat dan berharap akan kekuatan misteri regenerasi otak dan organ lain pada seorang anak kecil. Kegagalan pembentukan otak kecil (serebelum) saja, belum tentu masuk katagori “Dandy Walker Syndrome”. Seluruh gejala-gejala lain harus ditelusuri dengan benar, untuk mendiagnosis dengan tepat penyakit ini.

 

 

 

 

 

Putusnya saraf pada operasi kandungan….kelumpuhan permanen kah…??? Bagaimana selanjutnya…???

Pada suatu hari libur tertanggal merah di kalender, saat saya sedang bersantai di rumah sambil menikmati acara televisi, tiba-tiba saya mendapatkan telefon dari seorang direktur dari sebuah rumah sakit swasta yang cukup terkenal di Jakarta. Sang direktur hanya menyampaikan kepada saya untuk segera menghubungi kamar operasi rumah sakit tersebut karena ada masalah penting yang darurat. Saya kemudian segera menghubungi kamar operasi dan kemudian perawat kamar operasi yang mengangkat kemudian menyambungkan saya kepada seorang dokter ahli kebidanan dan kandungan senior yang sedang melakukan tindakan pengangkatan rahim (histerektomi radikal) pada seorang wanita yang memiliki kanker leher rahim stadium yang sudah cukup lanjut. Dokter tersebut ingin mengkonsulkan sesuatu pada pasiennya yang saat itu masih sedang dalam prosedur tindakan.

Saya cukup bingung dan bertanya-tanya kenapa seorang dokter kandungan memanggil saya, seorang dokter bedah saraf untuk pasien beliau yang sedang dilakukan pengangkatan rahim. Dokter kandungan tersebut kemudian menjelaskan bahwa pada saat beliau mengangkat rahim ternyata ada sebuah saraf yang putus di daerah sekitar rahim tersebut. Beliau kemudian meminta tolong kepada saya untuk datang dan melihat serta memberikan pertolongan. Mendengar keadaan ini saya segera bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Namun dalam hati saya bertanya-tanya, saraf apa yang terputus dan bagaimana tatalaksana sebaiknya. Terus terang, tidak banyak kasus seperti ini yang terjadi dan hampir tidak pernah saya dikonsulkan oleh dokter ahli kandungan kecuali untuk kasus perdarahan otak pada wanita-wanita dengan preeklamsia berat atau eklamsia serta pada kasus-kasus wanita hamil dengan tumor otak.

Sebelum berangkat, saya sempatkan masuk ke perpustakaan sangat kecil yang saya punya dan membuka-buka buku-buku ajar saraf untuk mencari referensi kasus ini serta bagaimana mengatasinya. Saya menemukan banyak tukisan dan artikel yang karena sudah ditunggu oleh pasien di rumah sakit akhirnya saya bawa saja semua buku-buku itu ke rumah sakit. Sesampainya disana saya segera masuk ke kamar operasi dan mengganti baju. Saya masuk ke dalam kamar operasi dan kemudian ditunjukkan saraf yang putus tersebut oleh dokter kandungan tersebut.

Ternyata saya cukup takjub melihat apa yang terjadi. Untuk pertama kalinya saya melihat kejadian/kasus asli di depan mata yang sudah lama saya baca di dalam buku ajar. Akhirnya saya menemukannya juga. Memang berdasarkan referensi bahwa kejadian putusnya saraf sekitar rahim pada prosedur pengangkatan rahim adalah hal yang mungkin terjadi, namun saya akui saya belum pernah melihatnya sebelumnya….apalagi mengerjakan operasi untuk mengatasinya. Yang saya ketahui adalah dengan putusnya saraf ini maka sang pasien ini akan bertambah penderitaanya, yaitu kelumpuhan paha/tungkai sebelah yang akan bersifat permanen.  Saya mengenal dokter kandungan itu sebagai dokter kandungan yang hebat dan juga seorang mentor saya pada waktu saya belajar untuk menjadi dokter umum dulu. Kejadian putus saraf ini juga sudah dijelaskan dalam buku ajar sebagai suatu kejadian yang sering terjadi pada prosedur pengangkatan rahim.

Saraf obturator yang sering terputus pada operasi pengangkatan rahim
Saraf obturator yang sering terputus pada operasi pengangkatan rahim

Kami berdua kemudian berbicara kepada keluarga pasien dan mengutarakan semuanya secara terbuka. Keluarga pasien juga cukup mengerti mengenai kejadian ini dan meminta untuk dilakukan yang terbaik bagi pasien. Sehingga selanjutnya memberikan ketenangan kepada saya untuk bekerja semaksimal mungkin. Dokter kandungan tersebut kemudian menyelesaikan pekerjaannya dan sembari menunggu, saya terus membaca buku ajar bedah saraf dan buku atlas anatomi manusia dengan seksama. Niat saya adalah ingin memberikan hasil yang terbaik untuk pasien.

Setelah dokter kandungan selesai, saya kemudian mulai mengerjakan usaha penyambungan saraf. Sayang sekali, ternyata saraf yang terpotong mengkerut dan memendek sebagai akibat panas alat potong. Saya usahakan untuk membebaskan dan mendekatkan namun usaha tersebut sia-sia. Saya tidak berani memutuskan sarafnya kembali.

Saraf yang terputus dan memendek
Saraf yang terputus dan memendek

Saya kemudian mengambil keputusan untuk melakukan tindakan “graft” saraf yaitu dimana saya mengambil donor saraf dari bagian tubuh yang lain untuk disambungkan pada saraf yang putus itu. Saya ambil saraf dari kaki bagian belakang (saraf yang fungsinya tidak signifikan) sepanjang 2 cm. Saraf tersebut kemudian saya bersihkan dan saya uraikan serabut-serabutnya pada bagian ujungnya. Saya kemudian sambungkan saraf donor tersebut ke saraf yang putus untuk menghubungkan kedua ujungnya. Sungguh bukan pekerjaan yang mudah menyambung benda sekecil saraf, dan selama pengerjaan saya menggunakan mikroskop. Dengan usaha maksimal akhirnya saraf dapat tersambung dalam waktu 3 jam.  Saya cukup puas dengan hasil sambungan ini namun saya belum dapat memprediksi hasilnya. Pasien kemudian dibawa ke ruang rawat intensif.

Saraf pasca disambung dengan donor saraf dari tempat lain
Saraf pasca disambung dengan donor saraf dari tempat lain

Satu hari pasca operasi, saya mengunjungi pasien. Yang pertama saya minta pada pasien adalah untuk menggerakkan kakinya pada sisi saraf yang putus. Alangkah sedihnya saya ketika melihat bahwa pasien sama sekali tidak dapat menggerakkan tungkai/kakinya tersebut. Pasien seperti berusaha dengan sekuat tenaga namun tidak ada hasil sama sekali. Pasien pun sepertinya sangat terpukul. Saya berusaha menenangkannya dan terus memotivasi untuk semangat. Hari kedua pasca operasi, pasien masih tidak dapat menggerakkan tungkainya/kakinya tersebut. Saya sudah pasrah dan sepertinya begitu juga dengan pasien. Namun saya tetap memotivasi pasien untuk bersabar dan semangat. Hari ketiga pasca operasi, saya menemukan sesuatu yang luar biasa. Pasien sedang duduk dengan santai sambil mengayun-ayunkan kakinya. Walau tidak luwes, namun saya sangat bahagia dengan hasil ini. Ternyata sekarang kakinya/tungkainya dapat bergerak. Saya mengucapkan selamat kepada pasien. Pasien pun tampak mulai optimis. Hari-hari selanjutnya pasien mulai latihan untuk berdiri dan melangkah pelan walau masih dibantu dengan dipapah.

Kurang lebih 5 hari yang lalu sebelum saya menulis tulisan ini, pasien datang kontrol kepada saya dengan berjalan begitu gagahnya, Sungguh saya sangat bahagia dan bersyukur akan hal ini. Ternyata Tuhan Yang Maha Kuasa masih memberikan kebaikan dan keberhasilan pada tindakan yang saya lakukan. Pasien juga sangat senang dan sangat bersemangat. Pasien mengucapkan terima kasih yang berulang pada saya namun saya tekankan kepada beliau bahwa ini semua berkah Yang Maha Kuasa.

Kesimpulan dari pengalaman saya ini ternyata saraf perifer memiliki kemampuan regenerasi yang tidak jelek apabila dilakukan penyambungan secepatnya. Berbeda memang dengan saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) dimana kemampuan regenerasi dan pemulihannya sangat jelek. Bagi saya ini merupakan pengalaman yang luar biasa dan akan saya bawa selamanya dalam diri saya sebagai keberkahan pengetahuan dan ketrampilan dari Yang Maha Kuasa.

 

 

 

Sering merasa pelupa…belum tentu itu suatu “demensia”…

“…SIFAT LUPA BISA DIKARENAKAN GANGGUAN ATENSI DAN KONSENTRASI…”

“…SIFAT LUPA BISA DIKARENAKAN BEBAN PIKIRAN YANG BANYAK ATAU STRES…”

SIFAT LUPA

 

 

Beberapa waktu yang lalu saya ditanyakan dan diwawancara oleh seorang teman di bidang jurnalistik mengenai suatu penyakit yang mulai banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Penyakit ini mulai dikhawatirkan masyarakat karena gejalanya yang sangat umum, yaitu sifat pelupa. Karena begitu banyaknya orang yang merasa mulai pelupa, dalam usia berapapun, maka pertanyaan mengenai apakah penyakit ini sedang berkembang dengan pesat menjadi topik yang hangat dibicarakan. Penyakit itu adalah “demensia” atau sering disebut juga sebagai “pikun” yang gejala utamanya dikatakan sebagai sifat pelupa.

Berhubungan dengan demensia ini adalah penyakit lain yang sering sekali dikaitkan dengan demensia atau dikatakan sebagai penyebab demensia, yaitu penyakit “Alzheimer”, yaitu suatu penyakit degeneratif yang dikarenakan kesalahan dalam bentuk dan fungsi protein tertentu di dalam jaringan otak. Penyakit alzheimer ini begitu berkembang dengan angka kejadian sangat tinggi di negara-negara Eropa dan Amerika dan sangat ditakuti karena penyakit ini terkesan menggerogoti fungsi otak orang penderitanya hingga kematian muncul.

 

 

Berkaitan dengan ini semua, mulailah muncul rasa kekhawatiran masyarakan khususnya masyarakat Indonesia tentang penyakit-penyakit ini, apalagi sifat pelupa tidak hanya dialami oleh orang-orang berusia tua saja saat ini, tapi juga sudah dialami oleh orang-orang dengan usia yang lebih muda bahkan remaja. Yang menjadi pertanyaan adalah benarkah gejala tersebut merupaka demensia? Dan apakah semua demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer yang ditakuti oleh banyak orang?

Sifat pelupa, walau merupakan gejala utama dari demensia, tidak dapat selalu dikaitkan dengan demensia. Bahkan sebagian besar kasus pelupa, bukan merupakan suatu demensia. Demensia bukan suatu penyakit, melainkan suatu “sindrom” yang artinya suatu kumpulan gejala. Penting dimengerti adalah bahwa demensia merupakan suatu kumpulan gejala (gejala lebih dari satu dan bukan hanya gejala pelupa saja. Kumpulan gejala itu bisa berupa banyak hal selain pelupa, misalnya gangguan intelektual atau kognitif, gangguan kepribadian, bahkan gangguan-gangguan vutal lainnya seperti gangguan berkomunikasi atau bahkan kelumpuhan-kelumpuhan lainnya. Sebuah referensi mengatakan, seseorang baru bisa dikatakan mengalam demensia bila memenuhi 3 syarat, yaitu :

1. Terdiri dari kumpulan gejala yang salah satunya adalah gejala lupa dan juga gangguan kognitif

2. Gejala-gejala yang terjadi bersifat progresif atau semakin memberat dengan berjalannya waktu

3. Seluruh kumpulan gejala itu mengakibatkan gangguan dalam menjalani aktifitas sehari-hari bagi si penderita, sehingga mengharuskan ada orang lain yang membantunya. Aktifitas sehari-hari disini adalah aktifitas rutin harian seperti makan, minum, membersihkan diri, buang air dan lain-lain.

Bila ketiga syarat diatas terpenuhi, barulah seseorang dikatakan menderita demensia, dan bukan hanya karena sifat pelupa saja. yang menarik tentang sifat pelupa adalah bahwa gejala ini dapat terjadi pada siapapun baik yang sehat. Sifat pelupa dapat terjadi karena sebab-sebab lain, misalnya “kurangnya atensi” atau “kurangnya konsentrasi” seseorang dalam menerima suatu berita atau data. Selain itu, beratnya beban pikian seseorang dan stres sangat meningkatkan resiko untuk menjadi pelupa. Hal-hal ini bukanlah pelupa akibat demensia dan ini harus jelas difiltrasi oleh seorang dokter dalam memeriksa pasien-pasien dengan sifat pelupa yang dicurigai sebagai demensia.

 

 

Memang berdasarkan data bahwa demensia disebabkan sebagian besar oleh penyakit alzheimer. Namun data ini adalah berdasarkan survei di negara-negara lain atau negara-negara yang lebih maju dibandingkan negara kita. Negara kita masih berkutat dengan masalah cedera otak akibat trauma kepala (kecelakaan), stroke, infeksi dan tumor. Kesemua keadaan itu dapat merusak jaringan otak dan mengakibatkan timbulnya demensia.  Oleh karena itu, penyakit alzheimer bukan penyebab terbesar demensia di negara kita, melainkan berbagai kondisi lain yang tersebut di atas.

Sayangnya, demensia tidak dapat disembuhkan dan perjalanan penyakitnya akan berlangsung terus. Yang bisa dilakukan oleh terapi medis adalah memperlambat progresifitas penyakit demensia tersebut, dengan obat-obatan dan stimulus lainnya. Hal ini sangat berbeda pada penyakit lupa yang biasa. Dengan proses adaptasi serta belajar maka sifat pelupa biasa dapat dikurangi. Latihan atensi dan konsentrasi yang baik juga dapat memperbaiki daya ingat seseorang.

Oleh karena itu, jangan terburu-buru khawatir dengan dengan sifat lupa anda. Analisa dengan benar kenapa anda sering merasa menjadi pelupa. Berikan relaksasi pada pikiran dan belajar dengan lebih baik untuk melatih adaptasi dan konsentrasi.

 

“Tanda Tanya” seputar stroke….(pertanyaan-pertanyaan tersering mengenai stroke)

Selama saya menjadi seorang ahli bedah saraf, tidak sedikit pasien, keluarga pasien atau siapapun juga menanyakan beberapa hal tentang stroke. Dalam beberapa kali kesempatan saya memberikan kuliah, pidato atau presentasi tentang stroke khususnya ke masyarakat awam, saya selalu diserbu dengan banyak pertanyaan seputar penyakit yang kompleks dan mematikan ini. Tidak terhitung telah berapa banyak saya mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang sama dan saya memberikan jawaban yang secara prinsip juga sama. Untuk kesempatan kali ini, saya akan memaparkan beberapa pertanyaan yang palin sering saya terima dan saya jawab.

1. Apa sebenarnya faktor resiko terpenting yang dapat mengakibatkan stroke…???

Jawab : Secara umum faktor resiko stroke terbagi dua, yaitu faktor yang tidak dapat dipengaruhi (seperti usia tua, riwayat stroke sebelumnya, berbagai penyakit yang dapat menyebabkan stroke seperti kelainan pembuluh darah otak, dan lain-lain); dan faktor yang dapat dipengaruhi (seperti tekanan darah tinggi, penyakit gula, kolesterol tinggi, berat badan berlebih/obesitas, psikis/emosi, dan lain-lain). Namun bila kita perhatikan dengan benar dan teliti, ternyata salah satu faktor yang tersebut di atas merupakan faktor yang paling penting mengakibatkan stroke. Yang manakah itu…??

Untuk anda yang mungkin sudah pernah terserang stroke atau ada keluarga/teman anda yang mengalami stroke, bila kita perhatikan dan coba ingat, umumnya stroke terjadi pada kondisi-kondisi atau saat-saat dimana seseorang sedang terbangun dari tidur, sedang menonton televisi, sedang berolahraga, sedang bekerja/beraktifitas yang berlebihan/terlalu bersemangat, sedang marah, atau sedang terlalu letih/lelah. Pertanyaannya adalah kenapa stroke terjadi pada situasi-situasi tersebut…?? Jawabannya adalah pada saat melakukan kegiatan-kegiatan di atas, terdapat perubahan tekanan darah secara drastis (meningkat secara tiba-tiba) dari nilai normal yang biasa dimiliki seseorang. Apa yang menyebabkan perubahan tekanan darah secara tiba-tiba itu? Jawabannya adalah kondisi psikis dan emosional seseorang yang berubah. Semua kegiatan di atas menuntut perubahan emosional kita sehingga memicu tekanan darah untuk meningkat secara drastis. Inilah yang kemudian akan menjadi resiko terbesar terjadinya stroke.

Beberapa percobaan pengukuran tekanan darah terhadap para petani di pedesaan menunjukkan hasil yang mencengangkan dimana rata-rata tekanan darah mereka adalah 210/120 mmHg (padahal nilai normal tekanan darah yang optimal adalah 120/80 mmHg). Namun kenapa angka kejadian stroke sangat kecil pada komunitas petani dengan tekanan darah yang sangat tinggi ini? Jawabnya karena tekanan darah yang tinggi terus menerus dan cenderung stabil “bukan” merupakan faktor pencetus stroke yang signifikan. Perubahan tekanan darah secara drastis dan tiba-tibalah yang merupakan faktor pencetus utama. Disini, emosional dan psikis berpengaruh terbesar terhadap perubahan tekanan darah tersebut.

2. Bagaimana sebenarnya terapi stroke…?? Berapa lama onset stroke sejak serangan masih dapat diobati/diterapi…??

Jawab : Pada saat stroke terjadi, jaringan otak dalam kondisi terancam tidak mendapatkan pasokan darah yang berisi oksigen dan zat makanan. Hal ini terjadi baik pada stroke sumbatan (akibat tersumbatnya pembuluh darah) atau stroke berdarah (pecahnya pembuluh darah). Keadaan ini akan mengancam kematian sel-sel otak yang cenderung untuk meluas. Terapi yang harus dilakukan adalah untuk sesegera mungkin membuka sumbatan pada stroke sumbatan (stroke iskemik) dan membuang darah pada stroke berdarah (stroke hemorrhagik) dengan cara operasi.

Waktu toleransi yang diberikan oleh sel-sel otak yang terancam kematian tidaklah lama, yaitu hanya sekitar 3 – 8 jam saja sejak onset serangan (khususnya untuk stroke iskemik). Sehingga pada durasi waktu tersebut, pertolongan harus segera diberikan untuk sesegera mungkin dibuka sumbatan yang terjadi. Bila telah melewati waktu toleransi tersebut maka kemungkinan untuk pemulihan sangatlah minimal. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan prosedur endovaskuler (kateterisasi dan rekanalisasi pembuluh darah yang tersumbat). Sedangkan untuk stroke berdarah, maka belum ada data pasti berapa lama toleransi sel-sel otak terhadap penekanan oleh darah yang keluar akibatnya pembuluh darah. Beberapa penelitian mengatakan bahwa bila darah segera dikeluarkan dan dibuang, maka akan segera pula menurunkan tekanan di dalam kepala sehingga aliran darah ke otak juga semakin baik. Tindakannya berupa bedah saraf dengan berbagai macam teknik.

3. Apakah setelah dilakukan tindakan operasi atau prosedur lainnya pasien kemudian sembuh?

Jawab : Pemulihan pasien stroke sangat bergantung dengan kondisi keadaan pasien sebelum tindakan operasi. Bila kondisi pasien lebih baik dan kelumpuhan tidak terlalu berat maka kemungkinan pemulihan lebih cepat dan lebih baik. Namun bila kondisi sebelum operasi sangat buruk maka kemungkinan pemulihan sangat kecil dan membutuhkan waktu yang lama. Selain itu yang mempengaruhi kesembuhan dan pemulihan adalah lamanya pasien mendapatkan terapi dan tindakan operasi sejak onset stroke terjadi. Bila tindakan penyelamatan sel-sel saraf dilakukan sedini mungkin (kurang dari 3 jam) maka kemungkinan pemulihan menjadi lebih baik. Hal ini berlaku sebaliknya bila tindakan atau operasi dilakukan setelah 3 jam atau bahkan setelah 24 jam, maka hasil tindakan kemungkinan tidak bisa maksimal.

Tindakan operasi pada prinsipnya adalah untuk menyelamatkan pasien dari ancaman jiwa akibat serangan stroke sehingga bila indikasi operasi sudah ditegakkan maka biasanya seorang dokter bedah saraf akan menawarkan tindakan operasi. Hal dikarenakan usaha menyelamatkan nyawa dan fungsi merupakan suatu prioritas utama.

Selain tindakan operasi, maka terapi stroke yang vital termasuk fisioterapi dan rehabilitasi fisik. Motivasi kepada pasien untuk melakukan latihan fisik untuk se-optimal mungkin mengembalikan fungsi tubuh adalah hal yang sangat penting pada penderita stroke pasca terapi atau tindakan operasi. Bia usaha pasien maksimal dalam melatih diri maka usaha pemulihan jelas akan semakin baik.

4. Bagaimana dengan cerita tentang terapi tusuk ujung jari yang dikatakan dapat mengeluarkan darah stroke dari otak? Apakah benar adanya?

Jawab : Secara ilmu medis yang saya ketahui, tidak ada terapi tusuk ujung jari yang dapat mengeluarkan darah stroke dari dalam otak. Memang saya mendengar banyak cerita dari para pasien tentang terapi ini, namun menurut saya hal ini tidak mungkin dilakukan, sebab tidak ada hubungan antara sirkulasi darah di ujung jari dengan darah yang keluar di dalam otak. Darah di otak akibat stroke hanya dapat dikeluarkan dengan tindakan operasi bedah saraf. Berbagai teknik dan cara operasi bedah saraf tersedia tergantung kondisi pasien dan peralatan yang tersedia. Begitu juga dengan stroke sumbatan, tindakan yang dilakukan adalah dengan intervensi endovaskuler yang dapat dilakukan oleh seorang ahli bedah saraf atau neurologi.

Ilmu tusuk jarum yang saya kenal dan memang ada dalam dunia kedokteran adalah akupunktur. Namun akupunktur disini berguna untuk membantu proses rehabilitasi setelah tindakan operasi dilakukan. Selain fisioterapi maka akupunktur juga menjadi pilihan dalam mempercepat pemulihan pasien pasca stroke.

5. Bagaimana dengan teknik “Brain Wash” untuk stroke yang banyak terdengar akhir-akhir ini?

Jawab : Teknik “Brain Wash” mulai banyak terdengar 2 tahun terakhir yang dikatakan dapat menyembuhkan stroke. Sesungguhnya teknik “Brain Wash” adalah teknik intervensi endovaskuler yang dapat dilakukan untuk melepaskan sumbatan pembuluh darah atau menutup pembuluh darah yang anomali bentuknya. Teknik ini semakin banyak digunakan karena sifatnya yang “minimal invasif” sehingga pasien tidak memerlukan perawatan yang lama. Dengan teknik ini, khususnya untuk stroke sumbatan, diharapkan dapat melepaskan sumbatan sehingga aliran darah otak dapat berjalan kembali.

Namun perlu diperhatikan dengan benar dan jelas bahwa jaringan otak yang sudah mati akibat tidak mendapatkan suplai darah karena adanya stroke, hanya mempunyai waktu yang relatif sangat pendek untuk diselamatkan agar dapat pulih kembali. Bila tindakan dilakukan setelah melewati masa waktu toleransi (“Golden Hour”), maka tindakan intervensi endovaskuler tidak dapat memberikan hasil yang baik atau yang diharapkan. Waktu toleransi otak untuk dapat diselamatkan sebelum kerusakan permanen hanyalah sekitar 8 jam. Setelah itu maka kerusakan otak permanen sudah terjadi dan tindakan endovaskuler/brain wash kemungkinan besar tidak dapat membantu.

6. Apakah serangan stroke bisa dianggap akhir dari segalanya?

Jawab : Walaupun stroke dianggap penyakit yang sangat mematikan (seperti penyakit serangan jantung) namun bila ditatalaksana sesegera mungkin pasca serangan maka kemungkinan untuk mendapatkan pemulihan lebih besar. Tindakan operatif dan intervensi masih berperan sangat besar dalam tatalaksana stroke. Selain itu semangat dan motivasi pasien untuk sembuh serta kesabaran keluarga untuk merawat adalah hal yang vital pula.

Misteri kekuatan potensial otak (saraf) pada bayi dan anak

Mungkin pernah saya sampaikan dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya mengenai misteri otak, khususnya pada bayi dan anak. Mungkin juga saya telah menyampaikan bahwa dari seluruh jenis kasus bedah saraf, kasus bedah saraf anak adalah yang paling rumit dan penuh dengan tanda tanya. Masih banyak hal yang belum dapat dijelaskan dengan dasar pengetahuan medis serta referensi berbagai literatur tentang penyakit saraf pada anak, khususnya yang telah dilakukan tindakan pembedahan.

Tidak seperti pada orang dewasa, dimana suatu kelainan pada sistem saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) dapat lebih dijelaskan tentang mekanisme kejadian, rencana pengobatan dan manfaat serta khususnya prognosis ke depan dengan jelas atau cukup jelas. Hasilnya pun tidak terlalu jauh dari prediksi kita para dokter bedah saraf mengenai perjalanan penyakitnya selanjutnya. Pada kasus bedah saraf anak, masih banyak hal-hal yang dapat tidak kita duga yang akan terjadi.

Bayi dan anak, walaupun dianggap sebagai suatu manusia yang baru hidup di dunia dengan segala kelemahannya akibat belum sempurnanya pertumbuhan, ternyata memiliki suatu kekuatan potensial yang sangat dasyat, yang membantu untuk mempercepat pemulihan serta memperbaiki segala kerusakan. Kekuatan tersebut dapat membantu bayi dan anak untuk kembali mengejar hidup yang normal pada usia yang lebih dewasa. Kekuatan itu adalah kemampuan “tumbuh kembang”. Cadangan kemampuan untuk pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut masih sangat besar pada bayi dan anak. Kemampuan sel-sel tubuh termasuk sel-sel saraf untuk mengembalikan fungsinya amatlah tinggi, walau kemampuan sel saraf sendiri untuk beregenerasi sangat rendah. Kerusakan dan kehilangan yang berat juga masih dapat diganti fungsinya dengan bagian sel saraf yang lain. Inilah kekuatan potensial pada bayi dan anak tersebut.

Beberapa minggu sebelumnya, saya melakukan suatu tindakan operasi bedah saraf pada seorang bayi yang masih berusia 1 bulan. Bayi tersebut mengalami perdarahan masif pada otak disertai dengan pembengkakan otak yang hebat. Penyebabnya sangat sederhana, lupa diberikan suntikan vitamin K pada saat lahir. Pada saat operasi, saya menemukan kerusakan otak yang begitu hebatnya pada otak sebelah kiri (otak dominan pada umumnya) sehingga struktur otak sudah berubah menjadi seperti bubur. Sel-sel otak yang rusak dan mati dalam jumlah besar ini terpaksa saya buang karena sel-sel otak yang rusak dapat menularkan kerusakannya ke sel-sel otak yang normal. Lebih dari 50% otak sisi kiri saya buang, yang sebagian besar sel-sel otak tersebut memiliki fungsi yang vital, diantaranya untuk fungsi pergerakan sisi kanan tubuh serta fungsi peraba sisi kanan tubuh. Pada saat saya membunag semua jaringan otak yang mati itu, saya berpikir bahwa kemungkinan besar bayi kecil malang ini akan menderita kelumpuhan sebelah kanan selanjutnya. Namun saya tidak punya pilihan, daripada kerusakan otak menjadi total.

Pasca operasi dan pasca bayi tersebut dibangunkan dari pengaruh obat bius, saya mengamati suatu hal yang luar biasa. Dengan kehilangan hampir setengah bagian dari otak, bayi kecil tersebut tidak menunjukkanadanya kekurangan apapun. Seluruh tangan dan kaki kecilnya dapat bergerak dengan baik dan begitu aktifnya. Suara tangisannya begitu kuat dan semangat untuk minumnya sangat tinggi. Secara keseluruhan, kondisi bayi jauh lebih baik dan lebih segar dibandingkan dengan sebelum operasi. Bagaimana saya dapat menjelaskan ini….? Bagaimana saya dapat menjelaskan kenapa seluruh fungsi pergerakannya berjalan dengan baik padahal hampir setengah otak saya buang…?? Apakah mungkin jaringan otak yang saya buang itu tidk memiliki peran apapun dalam fungsi hidup si bayi…??

Memang harus diakui, masih banyak pengetahuan yang tidak diketahui kita para dokter dan manusia pada umumnya. Masih banyak rahasia Tuhan Yang Maha Esa yang belum dimengerti oleh kita. Mungkin memang tidak semuanya dapat atau harus diketahui oleh manusia. Dalam hal medis dan fungsi sel-sel otak, konsep yang berkembang terakhir adalah bahwa sel-sel saraf memiliki kemampuan untuk memindahkan pusat pengaturan fungsi di suatu bagian otak ke bagian lainnya, sehingga walau ada yang rusak/hilang, fungsinya masih tetap ada. Selain itu, cadangan potensial “tumbuh kembang” pada anak memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan mengatur ini semua.

Sebagai pembelajaran khususnya bagi saya dari kasus ini adalah, jangan pernah menyerah dalam menghadapi kelainan pada bayi dan anak. Jangan pernah putus asa dan membiarkan kerusakan atau gangguan pada bayi dan anak berlanjut tanpa usaha memberikan tindakan untuk memperbaiki. Kita para dokter harus selalu berusaha memberikan kondisi yang suportif bagi tubuh bayi/anak agar dapat melakukan tumbuh kembangnya dengan baik. Berikanlah kesempatan pada bayi dan anak untuk tumbuh dan berkembang serta menikmati keindahan dunia ini.

 

Berikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang

Terlalu cepatkah kita mendiagnosis anak dengan “Cerebral palsy”…???

Saya awali cerita ini dengan sedikit menyampaikan mengenai “cerebral palsy”. Istilah cerebral palsy jika saya coba kemukakan dalam bahasa awam adalah suatu kondisi kegagalan umum sistem saraf pusat dalam hal ini otak (serebral) dalam hampir seluruh fungsi tertinggi seorang manusia, seperti bergerak, berbicara, intelektual dan lain-lain. Kerusakan otak yang begitu luas dan menyeluruh ini sering dianggap sebagai vonis seorang anak/manusia tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan normal walau fungsi hidupnya tidak terganggu,. Fungsi vital tetap berjalan dengan baik seperti bernafas, fungsi jantung dan lain-lain. Selain itu, tidak ada tindakan medis baik dengan obat-obatan atau operasi yang dapat menyembuhkan atau memperbaiki kondisi ini. Walau tidak berakhir dengan kematian dini, kondisi seperti ini sangatlah menyedihkan, melihat seorang anak yang kehilangan masa depannya dan kesempatannya untuk menikmati hidup di dunia ini.

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah diagnosis “Cerebral palsy” ini sudah tepat dilakukan? Benarkah tidak mungkin adanya suatu penyakit lain yang menimbulkan gejala serupa dengan “Cerebral palsy” namun bila diterapi akan mungkin memberikan hasil yang baik?

Sebuah pengalaman ingin saya sampaikan pada bagian ini. Suatu saat saya mendapatkan konsul dari dokter spesialis anak untuk melihat pasien, seorang anak balita (usia sekitar 5 tahun). Anak tersebut terlihat tidak aktif dan diam, bahkan sangat diam, hanya terbaring di tempat tidur dan tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang normal. Memang menurut orangtuanya hal ini baru berlangsung selama 1 minggu terakhir. Namun ketika saya tanyakan bagaimana keadaan anak sebelumnya, orangtua sang anak menjawab bahwa anaknya tidak pernah normal dan sudah dinyatakan menderita “cerebral palsy” sejak lahir. Tidak pernah ada pengobatan yang diberikan selanjutnya pada anak tersebut, dan setelah anak menjadi lebih tidak aktif baru kemudian dibawa ke rumah sakit dan dilakukan pemeriksaan pencitraan otak. Alhasil ditemukan dua penyakit berat yaitu “hidrosefalus” dan tumor otak kecil (tumor serebelum) dengan ukuran yang sangat besar. Begitu besarnya tumor ini sehingga 50% otak kecilnya sudah menjadi tumor.

Yang selanjutnya menjadi pertanyaan adalah apakah sebenarnya tumor ini sudah tumbuh sejak lahir? Apakah hidrosefalus ini sudah terjadi sejak awal? Apakah gangguan pada anak sejak dini dikarenakan dua penyakit ini atau karena “cerebral palsy”? Bukankah bila sejak awal kita mengetahui keadaan penyakit si anak dan kemudian mengobatinya maka kondisi anak akan semakin baik? Apakah kita terlalu cepat mendiagnosis “Cerebral palsy” pada anak, sehingga kita tidak mentatalaksana penyakitnya dan kemudian keadaannya semakin parah dan tidak tertolong lagi?

Semua pertanyaan di atas memang tidak dapat saya jawab. Namun satu hal yang saya pelajari dan saya renungkan dari cerita diatas, yaitu bahwa dalam menghadapi setiap pasien termasuk pasien anak, temukanlah penyakit sesungguhnya, penyakit yang menimbulkan keluhan dan gangguan pada pasien. Berikan bantuan semaksimal mungkin yang dapat kita (dokter) berikan dan setelah itu baru kemudian pasrah pada keputusan Yang Maha Kuasa. Selain itu yang terpenting, anak bukanlah orang dewasa kecil. Anak adalah manusia yang masih memiliki kemampuan tumbuh kembang yang sangat baik. Jangan menyerah dalam memberikan bantuan kesehatan pada anak serta selalu mengusahakan meringankan beban pada tubuh anak agar tumbuh kembangnya dapat berjalan dengan baik. Berikan kesempatan pada anak untuk tumbuh dan menikmati kehidupan.

Akhir kata, saya hanya ingin menginformasikan, pada saat tulisan ini dibuat, sang anak baru saja menjalani operasi baik untuk hidrosefalusnya dan untuk tumornya. Saya belum dapat menceritakan kondisinya sekarang, namun yang saya harapkan, walau telat, ada kebaikan kondisi bagi si anak. Amiin….

 

Berikan kesempatan pada mereka untuk tumbuh dan berkembang

Impotensi….tidak harus karena gangguan hormon atau psikologis….

Ada yang menarik dengan keluhan impotensi (gangguan ereksi pada alat kelamin laki-laki) yang saya perhatikan dari pasien-pasien yang datang ke saya. Kekhawatiran dan kepanikan seseorang untuk suatu gangguan impotensi jauh melebihi dari kekhawatiran dan kepanikan terhadap gangguan jenis lain, baik kelumpuhan alat gerak, kehilangan sensasi raba bahkan kebutaan. Seseorang dengan gangguan ereksi biasanya selalu segera menyetujui setiap saran pengobatan atau operasi yang saya berikan atau dokter bedah saraf lain berikan. Tetapi seseorang dengan gangguan penglihatan, masih bisa menolak untuk mendapatkan pengobatan operatif hingga kebutaan menyerangnya. Bahkan seorang pasien tidak memperdulikan biaya pengobatan yang besar untuk masalah impotensi, sedangkan biaya obat yang relatif tidak mahal untuk penyakit kejang masih sering dikritik oleh pasien dan keluarganya. Sepertinya masalah impotensi ini menduduki posisi yang penting dibandingkan kelainan lainnya.

Selama ini banyak kita baca di majalah-majalah yang membahas tentang kesehatan atau media-media elektronik yang membicarakan tentang penyakit, yang mengupas masalah mengenai impotensi. Banyak orang yang berkonsultasi melalui media-media ini tentang gangguan ereksi/disfungsi ereksi yang mereka alami. Biasanya para ahli kesehatan akan merespon dengan mengatakan hal itu sebagai suatu kelainan psikologis yang biasanya didasari oleh masalah di keluarga, pekerjaan, atau keletihan. Sehingga sering dianjurkan untuk beristirahat atau berkonsultasi untuk masalah keluarga dan lain-lain. Selain itu, penyebab lain yang sering diungkapkan adalah akibat gangguan hormonal sehingga dianjurkan untuk berobat ke dokter andrologi atau dokter ahli hormon.

Namun yang sering dilupakan adalah impotensi dapat juga merupakan akibat dari gangguan fungsi saraf. Sistem saraf otonom yang merupakan sistem pengatur koordinasi ereksi dan ejakulasi pada pria dapat menjadi terganggu karena berbagai sebab. Akibatnya dapat terjadi impotensi. Gangguan pada saraf otonom seperti sistem saraf lainnya dapat terjadi akibat suatu proses iritasi dan/atau kompresi pada saraf. Suatu penekanan saraf seperti pada kasus tumor spinal, HNP (Hernia Nucleus Pulposus), atau malformasi vaskuler di saraf tulang belakang dapat mengakibatkan gejala impotensi. Hal ini sering terlupakan dan kemudian akan menjadi lebih berat. Pada akhirnya setelah terapi konsultasi dan hormonal gagal, barulah pasien dikirim ke dokter saraf atau bedah saraf. Kerusakan saraf yang sudah lanjut akan sulit untuk disembuhkan.

Oleh karena itu, bila memiliki keluhan atau gangguan impotensi, apalagi disertai dengan gangguan saraf lainnya yang menyertai, waspadalah kemungkinan suatu gangguan atau penyakit yang menyerang saraf tulang belakang. Diagnosis pati yang dilakukan dengan segera dilanjutkan dengan terapi mungkin dapat membantu masalah ini sehingga akan memberikan kebahagiaan bagi anda dan keluarga.

Masalah Impotensi

“Normal Pressure Hydrocephalus”…hidrocephalus orangtua…

Mendengar kata hidrocephalus (suatu kelainan akibat gagalnya cairan otak dibuang dari dalam kepala sehingga mengakibatkan tekanan di dalam kepala bertambah tinggi) biasanya yang terbayang adalah anak-anak kecil atau bayi dengan ukuran kepala yang besar serta keterbelakangan akibat gagal tumbuh dan kembang. Gambaran seperti ini memang sering kita lihat di media elektronik maupun cetak dan kadang membuat kita merasa takut atau sedih. Namun ternyata hidrocephalus tidak hany diderita oleh anak kecil atau bayi-bayi saja. Di usia manapun, hidrocephalus dapat muncul akibat beberapa penyebab.

Salah satunya adalah hidrocephalus yang sering ditemukan pada orang lanjut usia (usia 55 tahun ke atas). Penyakit tersebut disebut dengan “Normal Pressure Hydrocephalus” atau NPH, yaitu suatu jenis hidrocephalus dengan tekanan yang relatif normal. Maksudnya disini adalah bahwa tekanan yag disebabkan oleh penyakit ini fluktuatif dimana kadang normal, kadang juga tinggi. Karena ketidakstabilan ini maka gejala yang ditimbulkan juga tidak seperti hidrocephalus yang biasa (penurunan kesadaran, muntah, pembesaran ukuran kepala dan lain-lain).

Gejala yang paling sering dan umumnya ditemukan pada orang lanjut usia dengan NPH adalah tercakup dalam trias gejala “amnesia, ataksia dan inkontinensia”. Amnesia adalah gejala berupa sering lupa/pelupa, hal ini tercermin dari ketidakmampuan untuk mengingat nama orang-orang terdekat, tempat dan waktu. Ataksia adalah ketidakmampuan untuk menjaga postur dan keseimbangan badan sehingga cenderung untuk jatuh saat berdiri atau berjalan. Inkontinensia adalah ketidakmampuan untuk menahan berkemih alias suka ngompol.Ketiga gejala ini timbul akibat penekanan pada pusat-pusat kontrol di otak oleh hidrocephalus tersebut.

Untuk mendiagnosis kemungkinan seseorang menderita NPH, maka beberapa pemeriksaan dapat dilakukan seperti pemeriksaan CT Scan kepala atau pemasangan monitor tekanan intrakranial untuk mengevaluasi fkutuasi dari tekanan di dalam kepala.

Normal Pressure Hydrocephalus

Terapi yang diberikan umumnya adalah tindakan untuk menurunkan tekanan di dalam kepala dengan memasang selang drainase dari dalam kepala ke perut (Ventriculoperitoneal Shunt; VP Shunt). Biasanya setelah pemasangan selang VP Shunt, maka ketiga gejala diatas akan berkurang.

Oleh karena itu, jika anda atau orangtua anda memiliki trias gejala di atas, cobalah diperiksakan ke dokter ahli bedah saraf/saraf untuk memastikan ada tidaknya NPH. Pikun dan pelupa serta gangguan gerak lebih banyak trjadi pada orang usia lanjut namun jangan pernah menutup mata adanya penyakit “Normal Pressure Hydrocephalus” ini.

NPH mengancam orang usia lanjut

Nyeri wajah sesisi yang membingungkan pada “Trigeminal Neuralgia”

Seorang teman membawa salah seorang anggota keluarganya untuk menemui saya dengan suatu keluhan yang sangat mengganggu dan sudah lama dideritanya. Anggota keluarga tersebut adalah seorang wanita usia sekitar 50-an yang mengeluh merasakan nyeri yang tidak nyaman pada sisi kanan wajahnya. Nyeri ini sudah berlangsung sejak 8 bulan sebelumnya dan nyeri ini bersifat hilang timbul progresif. Nyeri tersebut kadang dirasakan pada daerah pelipis kanan, kadang pada pipoi sebelah kanan, kadang di rahang kanan atau di belakang telinga kanan. Yang mencengangkan adalah pasien sudah menemui banyak dokter dari berbagai bidang spesialis mulai dari dokter saraf, dokter penyakit dalam maupun dokter gigi. Pasien selama ini divonis menderita migren, dan bahkan sakit gigi. Berulang kali pasien diberikan berbagai obat anti nyeri kepala dan pemeriksaan gigi untuk masalah nyerinya tersebut. Pasien bahkan telah mengorbankan dua buah giginya yang telah dicabut karena diduga sebagai penyebab nyeri yang dialaminya.

Namun setelah mengalami semua hal di atas, nyeri tak kunjung reda dan bahkan semakin memberat. Pada serangan yang berat, hembusan angin ringan saja ke sisi wajah yang sakit akan dirasakan sebagai suatu nyeri yang sangat hebat, seperti ditampar atau seperti wajah ini dibakar. Pasien hingga berteriak-teriak dan menangis karena menahan nyeri.

Dari gejala-gejala di atas, saya sudah menduga bahwa pasien mengalami suatu penyakit yang disebut dengan “Trigeminal neuralgia”, yaitu suatu penyakit dimana saraf kranial yang bertanggung jawab untuk sensasi daerah wajah (saraf ke V atau disebut juga dengan saraf trigeminal) mengalami iritasi atau kompresi oleh struktur lain di otak khususnya pembuluh darah di otak. Terdapat dua saraf trigeminal pada setiap manusia yang bertanggung jawab pada sensasi masing-masing sisi wajah, dimana iritasi pada salah satunya akan muncul sebagai suatu nyeri yang hebat pada wajah sesuai sisinya. Nyeri tersebut dirasakan berulang dan hilang timbul dikarenakan saraf mengalami jepitan dan iritasi fluktuatif berdasarkan denyutan pembuluh darah yang menjempitnya.

Saya kemudian memintakan pemeriksaan MRI kepala dan hasilnya mengkonfirmasi adanya jepitan saraf trigeminal tersebut oleh pembuluh darah otak. Pasien kemudian saya anjurkan untuk operasi untuk melepaskan jepitan saraf tersebut. Pasien yang sudah mengalami nyeri yang begitu hebat dalam waktu yang lama langsung menyetujui tindakan operatif tersebut. Operasi pun dilakukan dan pasca operasi, pasien mulai merasakan bebas dari nyeri. Pasien merasakan kelegaan luar biasa walau masih sedikit dibantu dengan obat-obatan penghilamng rasa nyeri. Perlahan-lahan, nyeri di wajah menghilang.

Fenomena nyeri pada wajah sering membingungkan dan kompleks dikarenakan begitu banyak struktur dan organ di wajah dan kepala. Suatu penyakit trigeminal neuralgia dapat diduga sebagai suatu penyakit migren atau bahkan sakit gigi, yang diterapi tanpa memberikan hasil yang berarti. Tindakan operatif biasanya dapat menghilangkan rasa nyeri yang sangat mengganggu tersebut.

Trigeminal neuralgia

Vertigo, suatu sakit kepala berputar biasa atau tanda klinis dari penyakit lain…??

Keluhan sakit kepala memang sangat banyak dan mungkin hampir setiap hari menyerang kita. Rasanya bisa bervariasi dan begitu pula dengan penyebabnya. Namun sering sekali sakit kepala dianggap suatu keluhan yang biasa-biasa saja, yang tidak memerlukan perhatian khusus dan diharapkan hilang sendiri dengan beritirahat atau minum obat-obatan sakit kepala. Alhasil sering sekali penyakit lainnya yang lebih berat tidak terdeteksi secara dini.

Salah satu jenis sakit kepala yang sering dikeluhkan adalah rasa sakit kepala berputar atau yang biasa disebut “Vertigo”. Penderita akan merasakan dirinya berputar-putar terhadap lingkungan sekitarnya atau lingkungan sekitarnya yang berputar-putar terhadap dirinya. Pada kondisi yang berat, penderita bahkan dapat kehilangan keseimbangan dan merasa akan jatuh atau bahkan jatuh serta tidak dapat berdiri. Hal ini akan menjadi sangat mengganggu untuk aktifitas sehari-hari. Beberapa keluhan vertigo dapat berkurang dengan mengkonsumsi obat-obat sakit kepala atau obat untuk vertigo. Namun beberapa di antaranya tidak berkurang sama sekali.

Vertigo disebabkan gangguan pada sistem vestibuler atau sistem keseimbangan tubuh kita. Sistem vestibuler tersebut terletak pada organ vestibuler yang berdekatan dengan organ pendengaran kita. Selain itu terdapat pula saraf vestibuler (saraf ke VIII dari saraf kranial) yng menghantarkan informasi keseimbangan ke otak kita (otak kecil / serebelum). Otak kecil atau “serebelum” merupakan pusat pengaturan keseimbangan pada tubuh kita. Gangguan atau kelainan pada organ vestibuler, saraf vestibuler dan otak kecil dapat menimbulkan keluhan vertigo atau rasa sakit kepala berputar.

Lalu kelainan-kelainan apa saja yang dapat memicu timbulnya vertigo…???

Kelainan pada organ vestibuler dapat mengakibatkan vertigo. Kelainan ini dapat disebabkan oleh proses penuaan atau degenerasi dimana organ vestibuler mulai kaku dan produksi cairan vestibuler mulai sedikit sehingga gerakannya menjadi lambat. Selain itu gangguan atau ketidakseimbangan hormonal, misalnya pada wanita yang sedang menstruasi atau sedang mengandung/hamil atau wanita yang memasuki fase menopause, dapat juga mengganggu fungsi normal dari organ vestibuler.

Kelainan pada saraf vestibuler dapat disebabkan oleh berbagai penyakit seperti tumor otak, kelainan pembuluh darah otak atau kelainan akibat sumbatan pembuluh darah (stroke). Selain itu penggunaan beberapa jenis obat tertentu yang memiliki efek toksik ke saraf kranialis VIII, dapat mengakibatkan vertigo.

Kelainan pada otak kecil / serebelum dapat disebabkan oleh penyakit seperti tumor otak, stroke, gangguan pembuluh daraf, infeksi/abses otak, trauma otak dan lain-lain.

Lalu bagaimana mengetahui apakah vertigo yang kita alami merupakan sakit kepala biasa atau merupakan tanda adanya penyakit lain yang lebih berat di dalam otak…??

Tidaklah mudah untuk menentukan penyebab dari vertigo walau sudah dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap. Namun sebagai panduan untuk kecurigaan adanya penyakit serius di belakang sebuah serangan vertigo adalah sebagai berikut :

1. Serangan vertigo yang semakin lama semakin memberat dan semakin sering frekuensi nya, harus dicurigai adanya suatu kelainan lain yang mungkin perlu segera diperiksa dan ditangani.

2. Serangan vertigo yang tidak membaik setelah mendapatkan pengobatan yang sesuai. Umumnya dapat dipakai patokan apabila serangan vertigo tidak membaik setelah mengkonsumsi obat vertigo selama 2-3 bulan.

3. Penderita vertigo umumnya sudah mengenal kapan serangan vertigo yang dialaminya akan muncul mengingat penyakit vertigo ini umumnya sudah bersifat kronik dan muncul secara periodik/berkala. Sehingga bila tiba-tiba serangan vertigo muncul pada waktu atau periode waktu yang tidak biasa, maka harus dicurigai adanya suatu penyakit lain atau berkembangnya suatu penyakit.

4. Serangan vertigo yang disertai dengan gangguan saraf atau neurologis lainnya, misalnya gangguan keseimbangan dan terjatuh, gangguan pendengaran, gangguan pengecapan atau mimik wajah, gangguan perasa di wajah, gangguan bicara, kelamahan alat gerak dan lain-lain. Pada kondisi seperti ini harus dicurigai telah munculnya penyakit lain yang lebih serius dan harus ditangani segera.

Demikianlah di antara beberapa petanda bahwa vertigo merupakan tanda klinis adanya suatu penyakit lain yang lebih serius di dalam otak. Tidak sedikit saya menerima pasien-pasien dengan vertigo yang ternyata menderita tumor otak dan gangguan pembuluh darah otak. Memang harus diakui bahwa serangan vertigo sebagian besar disebabkan oleh gangguan hormonal dan proses degenerasi. Namun, bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati….

 

VERTIGO