Arsip Tag: bedah saraf

Dandy Walker Syndrome…ancaman pada otak kecil…ancaman pada seluruh fungsi tubuh…

Saya menerima banyak sekali konsultasi melalui blog saya ini atau melalui email saya yang menanyakan tentang suatu penyakit unik yang disebut dengan “Dandy Walker Syndrome”. Penyakit ini ditemukan oleh “Walter Dandy” dan “Arthur Earl Walker” sehingga disebut dengan “Dandy Walker Syndrome”. Penyakit ini menjadi kekhawatiran para orangtua dikarenakan anak-anak mereka didiagnosis dengan kelainan ini, dikatakan berat dan tidak dapat diobati. Dokter-dokter mereka mengatakan bahwa penyakit ini terjadi pada anak-anak dan berbeda dengan hidrosefalus serta berakibat lebih buruk daripada hidrosefalus saja.

Harus saya akui bahwa pendapat itu benar. Saya akan mencoba menjelaskan dalam bahasa yang mudah-mudahan para pembaca blog saya dapat mengerti tentang penyakit ini.

Dandy Walker Syndrome merupakan suatu sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi pada seorang anak akibat tidak terbentuknya “pintu keluar” cairan otak dari dalam kepala. Dalam bahasa medis, pintu keluar ini disebut dengan suatu lubang khusus yaitu yang dinamakan dengan “Foramen Luschka dan Magendie”. Dalam teorinya, cairan otak manusia tersebut berada di dalam rongga cairan otak yang setiap hari diproduksi di dalam kepala dan setiap hari juga dibuang ke tubuh kita. Pada kondisi tertentu terjadi gangguan aliran cairan otak tersebut sehingga terjadilah penumpukan cairan otak yang disebut dengan “Hidrosefalus”. Hal ini akan berdampak terjadinya pembesaran rongga cairan otak yang akan menekan jaringan otak di sekitarnya. Pada Dandy Walker Syndrome, tidak terbentuknya pintu keluar ini yang mengakibatkan gangguan aliran cairan otak, pembesaran pada rongga cairan otak di sekitar otak kecil (ventrikel IV), disertai pula dengan terbentuknya kista besar di daerah otak kecil (serebelum), sehingga sebagian otak kecil (bagian tengah dari otak kecil) kemudian tidak tumbuh. Tidak tumbuhnya ini kemungkinan karena terhambat oleh kista berisi cairan otak yang menumpuk tersebut.

Dandy Walker ; tidak terbentuknya sebagian otak kecil
Dandy Walker ; tidak terbentuknya sebagian otak kecil

 

Penderita Dandy Walker Syndrome dapat disertai dengan hidrosefalus atau juga tidak. Dari beberapa rujukan menunjukkan angka sekitar 70-80% penderita Dandy Walker Syndrome juga disertai dengan hidrosefalus. Hidrosefalus ini disebabkan oleh gangguan aliran cairan otak seperti yang saya jelaskan diatas.

Dandy Walker disertai dengan hidrosefalus
Dandy Walker disertai dengan hidrosefalus

 

Lalu kenapa dikatakan bahwa penyakit “Dandy Walker Syndrome” ini lebih berat daripada hidrosefalus saja….??

Secara logis, selain adanya kerusakan akibat hidrosefalus, pada Dandy Walker Syndrome juga terdapat gangguan pada pembentukan otak kecil (serebelum). Otak kecil yang berfungsi sebagai pusat pengatur keseimbangan tubuh, pusat pengatur koordinasi tubuh dan pusat pengatur tonus otot di seluruh tubuh, akan terganggu fungsinya pada Dandy Walker Syndrome. Si anak penderita Dandy Walker Syndrome diprediksi akan sulit menjaga postur tubuh tegak maupun berjalan, kesulitan dalam mengkoordinasikan gerakan tangan dan kaki serta terdapat kelemahan pada sistem alat geraknya akibat tonus otot yang tidak adekuat.

Disayangkannya lagi adalah bahwa dalam penyakit “Dandy Walker Syndrome”, terdapat kata “Syndrome” di dalamnya. Sindrom disini artinya adalah kumpulan gejala-gejala (lebih dari satu atau dua gejala). Selain gangguan pada fungsi otak besar dan otak kecil, ternyata pada para anak penderita “Dandy Walker Syndrome” juga mengalami gangguan pembentukan dan pertumbuhan pada sistem organ lain di dalam tubuh. Data menunjukkan bahwa pada ‘Dandy Walker Syndrome” juga terdapat gangguan pada sistem jantung pembuluh darah, sistem paru dan pernafasan, sistem ginjal dan lain-lain. Kondisi ini menunjukkan bahwa telah terkadi kegagalan pembentukan sistem organ yang kompleks dan hampir menyeluruh.

Tindakan bedah saraf yang dilakukan untuk penderita Dandy Walker Syndrome adalah dengan pemasangan selang pintasan dari daerah otak kecil (tempat kista berada) ke perut, disebut juga dengan “Cystoperitoneal shunt”. Bila terdapat hidrosefalus, maka dipasang juga selang pintasan dari rongga cairan otak menuju rongga perut (Ventriculoperitoneal shunt; VP SHUNT). Pemeriksaan oleh bidang spesialistik lain sangat diperlukan untuk mencari kemungkinan gangguan pada sistem organ yang lain, dan terapi harus dilakukan bila memang terindikasi.

Kabar mengenai prognosis ke depan yang harus saya sampaikan pada orangtua anak penderita “Dandy Walker Syndrome” memang tidaklah sebaik pada hidrosefalus saja. Gangguan sistem organ yang begitu kompleks sering membuat sang anak tidak dapat bertahan hidup lama. Oleh karena itu, diagnosis “Dandy Walker Syndrome” ini harus ditegakkan secara jelas dan hati-hati. Upaya pertolongan harus tetap diberikan, sembari melihat dan berharap akan kekuatan misteri regenerasi otak dan organ lain pada seorang anak kecil. Kegagalan pembentukan otak kecil (serebelum) saja, belum tentu masuk katagori “Dandy Walker Syndrome”. Seluruh gejala-gejala lain harus ditelusuri dengan benar, untuk mendiagnosis dengan tepat penyakit ini.

 

 

 

 

 

Putusnya saraf pada operasi kandungan….kelumpuhan permanen kah…??? Bagaimana selanjutnya…???

Pada suatu hari libur tertanggal merah di kalender, saat saya sedang bersantai di rumah sambil menikmati acara televisi, tiba-tiba saya mendapatkan telefon dari seorang direktur dari sebuah rumah sakit swasta yang cukup terkenal di Jakarta. Sang direktur hanya menyampaikan kepada saya untuk segera menghubungi kamar operasi rumah sakit tersebut karena ada masalah penting yang darurat. Saya kemudian segera menghubungi kamar operasi dan kemudian perawat kamar operasi yang mengangkat kemudian menyambungkan saya kepada seorang dokter ahli kebidanan dan kandungan senior yang sedang melakukan tindakan pengangkatan rahim (histerektomi radikal) pada seorang wanita yang memiliki kanker leher rahim stadium yang sudah cukup lanjut. Dokter tersebut ingin mengkonsulkan sesuatu pada pasiennya yang saat itu masih sedang dalam prosedur tindakan.

Saya cukup bingung dan bertanya-tanya kenapa seorang dokter kandungan memanggil saya, seorang dokter bedah saraf untuk pasien beliau yang sedang dilakukan pengangkatan rahim. Dokter kandungan tersebut kemudian menjelaskan bahwa pada saat beliau mengangkat rahim ternyata ada sebuah saraf yang putus di daerah sekitar rahim tersebut. Beliau kemudian meminta tolong kepada saya untuk datang dan melihat serta memberikan pertolongan. Mendengar keadaan ini saya segera bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Namun dalam hati saya bertanya-tanya, saraf apa yang terputus dan bagaimana tatalaksana sebaiknya. Terus terang, tidak banyak kasus seperti ini yang terjadi dan hampir tidak pernah saya dikonsulkan oleh dokter ahli kandungan kecuali untuk kasus perdarahan otak pada wanita-wanita dengan preeklamsia berat atau eklamsia serta pada kasus-kasus wanita hamil dengan tumor otak.

Sebelum berangkat, saya sempatkan masuk ke perpustakaan sangat kecil yang saya punya dan membuka-buka buku-buku ajar saraf untuk mencari referensi kasus ini serta bagaimana mengatasinya. Saya menemukan banyak tukisan dan artikel yang karena sudah ditunggu oleh pasien di rumah sakit akhirnya saya bawa saja semua buku-buku itu ke rumah sakit. Sesampainya disana saya segera masuk ke kamar operasi dan mengganti baju. Saya masuk ke dalam kamar operasi dan kemudian ditunjukkan saraf yang putus tersebut oleh dokter kandungan tersebut.

Ternyata saya cukup takjub melihat apa yang terjadi. Untuk pertama kalinya saya melihat kejadian/kasus asli di depan mata yang sudah lama saya baca di dalam buku ajar. Akhirnya saya menemukannya juga. Memang berdasarkan referensi bahwa kejadian putusnya saraf sekitar rahim pada prosedur pengangkatan rahim adalah hal yang mungkin terjadi, namun saya akui saya belum pernah melihatnya sebelumnya….apalagi mengerjakan operasi untuk mengatasinya. Yang saya ketahui adalah dengan putusnya saraf ini maka sang pasien ini akan bertambah penderitaanya, yaitu kelumpuhan paha/tungkai sebelah yang akan bersifat permanen.  Saya mengenal dokter kandungan itu sebagai dokter kandungan yang hebat dan juga seorang mentor saya pada waktu saya belajar untuk menjadi dokter umum dulu. Kejadian putus saraf ini juga sudah dijelaskan dalam buku ajar sebagai suatu kejadian yang sering terjadi pada prosedur pengangkatan rahim.

Saraf obturator yang sering terputus pada operasi pengangkatan rahim
Saraf obturator yang sering terputus pada operasi pengangkatan rahim

Kami berdua kemudian berbicara kepada keluarga pasien dan mengutarakan semuanya secara terbuka. Keluarga pasien juga cukup mengerti mengenai kejadian ini dan meminta untuk dilakukan yang terbaik bagi pasien. Sehingga selanjutnya memberikan ketenangan kepada saya untuk bekerja semaksimal mungkin. Dokter kandungan tersebut kemudian menyelesaikan pekerjaannya dan sembari menunggu, saya terus membaca buku ajar bedah saraf dan buku atlas anatomi manusia dengan seksama. Niat saya adalah ingin memberikan hasil yang terbaik untuk pasien.

Setelah dokter kandungan selesai, saya kemudian mulai mengerjakan usaha penyambungan saraf. Sayang sekali, ternyata saraf yang terpotong mengkerut dan memendek sebagai akibat panas alat potong. Saya usahakan untuk membebaskan dan mendekatkan namun usaha tersebut sia-sia. Saya tidak berani memutuskan sarafnya kembali.

Saraf yang terputus dan memendek
Saraf yang terputus dan memendek

Saya kemudian mengambil keputusan untuk melakukan tindakan “graft” saraf yaitu dimana saya mengambil donor saraf dari bagian tubuh yang lain untuk disambungkan pada saraf yang putus itu. Saya ambil saraf dari kaki bagian belakang (saraf yang fungsinya tidak signifikan) sepanjang 2 cm. Saraf tersebut kemudian saya bersihkan dan saya uraikan serabut-serabutnya pada bagian ujungnya. Saya kemudian sambungkan saraf donor tersebut ke saraf yang putus untuk menghubungkan kedua ujungnya. Sungguh bukan pekerjaan yang mudah menyambung benda sekecil saraf, dan selama pengerjaan saya menggunakan mikroskop. Dengan usaha maksimal akhirnya saraf dapat tersambung dalam waktu 3 jam.  Saya cukup puas dengan hasil sambungan ini namun saya belum dapat memprediksi hasilnya. Pasien kemudian dibawa ke ruang rawat intensif.

Saraf pasca disambung dengan donor saraf dari tempat lain
Saraf pasca disambung dengan donor saraf dari tempat lain

Satu hari pasca operasi, saya mengunjungi pasien. Yang pertama saya minta pada pasien adalah untuk menggerakkan kakinya pada sisi saraf yang putus. Alangkah sedihnya saya ketika melihat bahwa pasien sama sekali tidak dapat menggerakkan tungkai/kakinya tersebut. Pasien seperti berusaha dengan sekuat tenaga namun tidak ada hasil sama sekali. Pasien pun sepertinya sangat terpukul. Saya berusaha menenangkannya dan terus memotivasi untuk semangat. Hari kedua pasca operasi, pasien masih tidak dapat menggerakkan tungkainya/kakinya tersebut. Saya sudah pasrah dan sepertinya begitu juga dengan pasien. Namun saya tetap memotivasi pasien untuk bersabar dan semangat. Hari ketiga pasca operasi, saya menemukan sesuatu yang luar biasa. Pasien sedang duduk dengan santai sambil mengayun-ayunkan kakinya. Walau tidak luwes, namun saya sangat bahagia dengan hasil ini. Ternyata sekarang kakinya/tungkainya dapat bergerak. Saya mengucapkan selamat kepada pasien. Pasien pun tampak mulai optimis. Hari-hari selanjutnya pasien mulai latihan untuk berdiri dan melangkah pelan walau masih dibantu dengan dipapah.

Kurang lebih 5 hari yang lalu sebelum saya menulis tulisan ini, pasien datang kontrol kepada saya dengan berjalan begitu gagahnya, Sungguh saya sangat bahagia dan bersyukur akan hal ini. Ternyata Tuhan Yang Maha Kuasa masih memberikan kebaikan dan keberhasilan pada tindakan yang saya lakukan. Pasien juga sangat senang dan sangat bersemangat. Pasien mengucapkan terima kasih yang berulang pada saya namun saya tekankan kepada beliau bahwa ini semua berkah Yang Maha Kuasa.

Kesimpulan dari pengalaman saya ini ternyata saraf perifer memiliki kemampuan regenerasi yang tidak jelek apabila dilakukan penyambungan secepatnya. Berbeda memang dengan saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) dimana kemampuan regenerasi dan pemulihannya sangat jelek. Bagi saya ini merupakan pengalaman yang luar biasa dan akan saya bawa selamanya dalam diri saya sebagai keberkahan pengetahuan dan ketrampilan dari Yang Maha Kuasa.

 

 

 

Tindakan “Brain Wash” pada stroke…misteri otak yang masih harus terus ditelusuri….

Pada bulan Desember 2012 ini, saya mendapatkan kehormatan dengan diundang untuk melakukan tindakan kateterisasi otak atau yang disebut dengan “Endovascular Neurosurgery / Neuro Intervensi” di kota Medan. Tindakan ini merupakan kekhususan keilmuan bedah saraf yang sempat saya pelajari di Jepang pada tahun 2011. Saya mendapatkan undangan dari seorang dokter spesialis bedah saraf disana, Dr. dr. Ridha Dharmajaya, SpBS, dimana beliau juga adalah senior saya selama menjalani pendidikan bedah saraf di Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM dulu. Sebanyak 7 pasien dapat beliau kumpulkan dan terima untuk menjalani tindakan kateterisasi otak tersebut. Sebagian besar dari pasien-pasien tersebut datang dengan keluhan kelumpuhan akibat serangan stroke yang sudah diderita beberapa hari hingga beberapa minggu sebelumnya. Keluhannya bervariatif namun sebagian besar datang dengan kelumpuhan satu sisi tangan dan kaki. Ada juga dengan keluhan sulit berbicara hingga “cadel”. Tindakan kateterisasi ini saya tujukan untuk melihat dengan jelas struktur pembuluh darah otak dan mencari pembuluh darah otak yang mengalami sumbatan tersebut.

Brain Wash

Alhamdulillah, 7 kasus tersebut dapat diselesaikan dalam 1 hari tanpa ada halangan yang berarti, dan kita dapat menemukan lokasi-lokasi tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah tersebut. Hampir seluruh kasus menunjukkan kelainan yang nyata yang terlihat dengan jelas sekali dari tindakan angiografi/kateterisasi yang kita lakukan. Dengan diketahui secara jelas lokasi dan jenis gangguan yang mengakibatkan hambatan aliran darah ke jaringan otak maka saya dapat memberikan rekomendasikan tindakan atau tatalaksana selanjutnya yang sebaiknya dilakukan. Pilihan memang terbuka antara tindakan operasi membuang “plaque” di dalam pembuluh darah atau tindakan pemasangan stent dengan tujuan memperlebar pembuluh darah yang menyempit atau tertutup tersebut.

Penyumbatan pembuluh darah

Dari semua kasus tersebut, setelah tindakan kateterisasi untuk melihat lokasi penyumbatan dilakukan, saya berinisiatif untuk melakukan tindakan yang sering dikenal dengan “Brain Wash”. Tindakan “Brain Wash” ini dilakukan dengan mengalirkan suatu zat yang mampu menghancurkan atau mencairkan sumbatan pada pembuluh darah, yang dihantarkan melalui kateter kecil di dalam pembuluh darah. Saya melakukan hal ini hanya sebagai tambahan tindakan belaka tanpa tujuan apapun mengingat para pasien sudah mengalami stroke dalam waktu yang cukup lama. Tidak terpikir oleh saya dan saya tidak mengira kalau akan ada perubahan yang dialami oleh para pasien tersebut yang saya lakukan tindakan “Brain Wash”.

Namun………..perkiraan saya salah………..!!

Saya melakukan tindakan endovaskuler/neuro-intervensi

Tidak saya duga, pasca tindakan selesai, beberapa pasien menunjukkan suatu hasil yang mengejutkan. Secara spesifik dan yang paling jelas terjadi pada dua pasien dimana keduanya mengaku pada saya bahwa kekuatan tangan dan kaki mereka yang telah lumpuh seperti kembali lagi walau belum sempurna. Saya saat itu hanya bisa terdiam dan terkejut melihat pasien-pasien ini menunjukkan tangan dan kaki mereka sembari menggerak-gerakkannya dengan wajah yang ceria. Pasien-pasien tersebut kemudian langsung menghaturkan rasa terima kasihnya, namun saya hanya mengatakan kepada mereka untuk bersyukur kepada Yang Maha Kuasa. Saya berusaha mengkonfirmasi ulang kepada para pasien apakah benar mereka merasa kelumpuhannya mengalami perbaikan, dan bahwa bukan hanya faktor psikologis saja akibat pasca dilakukan tindakan. Tetapi mereka tetap bersikeras bahwa kekuatan tangan dan kaki mereka jauh lebih baik.

Setelah mengantarkan para pasien ke ruang rawat dan ruang observasi, saya pulang dengan diantarkan oleh Dr. Ridha. Sejak saat itu hingga sekarang, benak saya selalu dipenuhi dengan pertanyaan, apa sebenarnya faktor yang menentukan keberhasilan tersebut? Teori lama yang selama ini terus terbukti benar dan dipertahankan menyatakan bahwa jaringan otak yang tidak mendapatkan suplai darah lebih dari 3-8 jam akan mengalami kematian permanen yang tidak mungkin bisa diperbaiki walau dengan tindakan yang mampu membuka aliran tersebut kembali. Namun apakah mungkin ada hal baru yang belum saya ketahui….?

Ini akan menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi kita ahli bedah saraf dan saraf, khususnya bagi saya. Memang otak masih merupakan misteri besar bagi manusia dan seperti saya sampaikan pada tulisan-tulisan saya sebelumnya bahwa otak merupakan organ yang sangat “pintar”. Masih banyak yang harus dicari jawabannya.

3D Angiogram of Carotid Stenosis

Saya tetap memotivasi dan menyarankan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan “screening” pembuluh darah otak, khususnya bila telah memiliki faktor resiko kemungkinan sumbatan seperti adanya penyakit tekanan darah tinggi, penyakit gula, penyakit kadar kolesterol yang tinggi, penyakit jantung, obesitas dan tentunya faktor usia. Dengan tindakan “angiografi/kateterisasi otak” kita dapat memeriksa dan mengetahui pembukuh darah mana yang merupakan calon untuk mengalami sumbatan atau calon untuk pecah. Cegahlah sebelum terjadi penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah tersebut. Cegahlah stroke dan selamatkan produktifitas anda semua.

Endovascular Neurosurgery / Neuro Intervensi di Medan, Desember 2012

Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan melalui blog ini ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Ridha Dharmajaya, SpBS, seorang dokter spesialis bedah saraf di kota Medan yang telah mengundang saya untuk melakukan tindakan Neuro-Intervensi (termasuk di dalamnya adalah “Brain Wash”) disana terhadap 7 pasien dengan berbagai kelainan medis namun didominasi dengan penyakit stroke iskemik. Saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh teman-teman perawat dan penunjang ruang tndakan “Angio-Suite” yang telah membantu begitu besarnya sehingga tindakan yang kita kerjakan bisa berjalan dengan baik.

Pada kesempatan itu pula saya banyak belajar dari Dr. Ridha dan dari teman-teman perawat disana baik mengenai falsafah medis dan teknik operasi. Saya juga menjumpai hal-hal yang tidak saya prediksi yang membuat saya semakin tertarik memberikan pelayanan “Endovascular Neurosurgery / Neuro-Intervensi” ini bagi masyarakat Indonesia. Juga kesempatan tersebut saya gunakan untuk pulang ke kota kelahiran saya dan bernostalgia dengan keluarga disana. Alhamdulillah…

Tindakan Endovaskuler / Neuro-Intervensi di kota Medan

Meduloblastoma…tumor ganas otak kecil (serebellum) yang menyerang anak-anak pintar…

Selama dua bulan terakhir ini pada tahun 2012 (Maret dan April 2012) saya menerima beberapa kasus anak-anak yang datang dengan kebutaan pada kedua matanya. Rata-rata anak-anak tersebut berusia di antara 3 sampai 7 tahun. Anak-anak tersebut kelihatan diam saja dan mata mereka seperti bergerak-gerak ritmis mungkin mencari cahaya dan bentuk untuk dilihat. Namun semua mata itu tidak pernah berhenti bergerak karena tidak pernah anak-anak tersebut dapat melihat kembali seperti yang mereka harapkan. Untuk anak-anak seusia mereka, gelapnya dunia dalam penglihatan mereka seharusnya akan memberikan rasa takut dan panik yang besar sehingga akan membuat mereka menangis histeris. Namun anak-anak ini hanya diam saja, begitu tenang dan patuh terhadap semua perkataan orangtua mereka.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan anak-anak ini…? Kenapa pada usia yang begitu muda, mereka sudah mengalami kerusakan tubuh vital yang sangat berat berupa kebutaan…?

Hasil pemeriksaan pencitraan berupa CT Scan / MRI kepala menunjukkan adanya sebuah tumor berukuran relatif besar yang terletak di daerah otak kecil (serebellum). Begitu besarnya tumor ini sehingga menutup jalan keluar cairan otak yang berakibat menumpuknya cairan otak di dalam kepala yang disebut dengan kondisi “Hidrosefalus”. Hidrosefalus mengakibatkan meningkatnya tekanan di dalam kepala yang selanjutnya merusak saraf mata dan menyebabkan kebutaan. Tumor ini umumnya dapat diangkat dengan tindakan operasi. Hidrosefalus diatasi dengan pemasangan selang. Pemeriksaan patologi jaringan tumor yang diambil tersering memberikan hasil berupa tumor “Meduloblastoma”.

Meduloblastoma
Meduloblastoma

Namun saya sebagai dokter bedah saraf akan merasa sangat sedih bila hasil meduloblastoma ini yang keluar pada pemeriksaan patologi tersebut. Meduloblastoma merupakan tumor yang termasuk sangat ganas pada anak atau bayi. Tumor yang dikatakan berasal dari sel-sel muda jaringan otak yang mungkin terjadi akibat gangguan tumbuh kembang otak merupakan tumor yang mampu untuk membesar dalam waktu yang tidak lama serta mampu menyebar ke sistem saraf lainnya (termasuk sumsum tulang belakang) melalui aliran cairan otak.  Berdasarkan literatur dan referensi dari beberapa pusat pelayanan bedah saraf anak di seluruh dunia terbukti bahwa anak-anak dengan tumor meduloblastoma ini tidak pernah memiliki angka keselamatan yang baik (bahkan angka bertahan hidupnya sangat rendah). Dari anak-anak yang saya dapatkan dengan meduloblastoma, tidak satupun berhasil bertahan lebih dari 5 tahun pasca diberikan pertolongan, walau tindakan operasi sudah berhasil dengan baik. Tindakan terapi tambahan pasca operasi seperti kemoterapi dan radioterapi juga telah diberikan dengan adekuat namun tidak dapat menyelamatkan anak-anak tersebut. Hal ini yang kemudian membuat saya dan dokter-dokter bedah saraf merasa agak sulit menyampaikan berita buruk tersebut kepada orangtua-orangtua sang anak.

Meduloblastoma
Meduloblastoma

Satu hal yang unik yang saya dapatkan dari seluruh pasien-pasien anak dengan meduloblastoma yang datang kepada saya, dimana seluruh anak-anak tersebut ternyata memiliki sifat yang sangat baik dan penurut dan sangat dipuji oleh keluarga dan teman-teman terdekatnya. Selain itu tingkat kemampuan otak mereka sangat hebat dimana seluruh anak-anak tersebut memiliki prestasi terbaik di sekolah dan daya pikir yang luar biasa. Ini juga yang membuat orangtua menjadi sangat hancur mendengar kabar mediloblastoma ini pada anak mereka.

Ilmu pengetahuan dan teknologi bedah saraf saat ini terus berusaha mencari pengobatan terbaik untuk tumor meduloblastoma ini. Hingga saat ini operasi masih merupakan terapi terbaik dan memberikan waktu hidup yang lebih baik, dibandingkan terapi tanpa operasi. Terapi multi modalitas yang meliputi operasi, kemoterapi dan radioterapi juga memberikan hasil sedikit lebih baik, tetapi masih jauh dari yang kita harapkan. Semoga di masa yang akan datang kita dapat mencari terapi terbaik untuk menyelamatkan generasi-generasi masa datang yang berkualitas dan berpotensi ini.

Anak masa depan bangsa
Anak masa depan bangsa

 

Sering merasa pelupa…belum tentu itu suatu “demensia”…

“…SIFAT LUPA BISA DIKARENAKAN GANGGUAN ATENSI DAN KONSENTRASI…”

“…SIFAT LUPA BISA DIKARENAKAN BEBAN PIKIRAN YANG BANYAK ATAU STRES…”

SIFAT LUPA

 

 

Beberapa waktu yang lalu saya ditanyakan dan diwawancara oleh seorang teman di bidang jurnalistik mengenai suatu penyakit yang mulai banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Penyakit ini mulai dikhawatirkan masyarakat karena gejalanya yang sangat umum, yaitu sifat pelupa. Karena begitu banyaknya orang yang merasa mulai pelupa, dalam usia berapapun, maka pertanyaan mengenai apakah penyakit ini sedang berkembang dengan pesat menjadi topik yang hangat dibicarakan. Penyakit itu adalah “demensia” atau sering disebut juga sebagai “pikun” yang gejala utamanya dikatakan sebagai sifat pelupa.

Berhubungan dengan demensia ini adalah penyakit lain yang sering sekali dikaitkan dengan demensia atau dikatakan sebagai penyebab demensia, yaitu penyakit “Alzheimer”, yaitu suatu penyakit degeneratif yang dikarenakan kesalahan dalam bentuk dan fungsi protein tertentu di dalam jaringan otak. Penyakit alzheimer ini begitu berkembang dengan angka kejadian sangat tinggi di negara-negara Eropa dan Amerika dan sangat ditakuti karena penyakit ini terkesan menggerogoti fungsi otak orang penderitanya hingga kematian muncul.

 

 

Berkaitan dengan ini semua, mulailah muncul rasa kekhawatiran masyarakan khususnya masyarakat Indonesia tentang penyakit-penyakit ini, apalagi sifat pelupa tidak hanya dialami oleh orang-orang berusia tua saja saat ini, tapi juga sudah dialami oleh orang-orang dengan usia yang lebih muda bahkan remaja. Yang menjadi pertanyaan adalah benarkah gejala tersebut merupaka demensia? Dan apakah semua demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer yang ditakuti oleh banyak orang?

Sifat pelupa, walau merupakan gejala utama dari demensia, tidak dapat selalu dikaitkan dengan demensia. Bahkan sebagian besar kasus pelupa, bukan merupakan suatu demensia. Demensia bukan suatu penyakit, melainkan suatu “sindrom” yang artinya suatu kumpulan gejala. Penting dimengerti adalah bahwa demensia merupakan suatu kumpulan gejala (gejala lebih dari satu dan bukan hanya gejala pelupa saja. Kumpulan gejala itu bisa berupa banyak hal selain pelupa, misalnya gangguan intelektual atau kognitif, gangguan kepribadian, bahkan gangguan-gangguan vutal lainnya seperti gangguan berkomunikasi atau bahkan kelumpuhan-kelumpuhan lainnya. Sebuah referensi mengatakan, seseorang baru bisa dikatakan mengalam demensia bila memenuhi 3 syarat, yaitu :

1. Terdiri dari kumpulan gejala yang salah satunya adalah gejala lupa dan juga gangguan kognitif

2. Gejala-gejala yang terjadi bersifat progresif atau semakin memberat dengan berjalannya waktu

3. Seluruh kumpulan gejala itu mengakibatkan gangguan dalam menjalani aktifitas sehari-hari bagi si penderita, sehingga mengharuskan ada orang lain yang membantunya. Aktifitas sehari-hari disini adalah aktifitas rutin harian seperti makan, minum, membersihkan diri, buang air dan lain-lain.

Bila ketiga syarat diatas terpenuhi, barulah seseorang dikatakan menderita demensia, dan bukan hanya karena sifat pelupa saja. yang menarik tentang sifat pelupa adalah bahwa gejala ini dapat terjadi pada siapapun baik yang sehat. Sifat pelupa dapat terjadi karena sebab-sebab lain, misalnya “kurangnya atensi” atau “kurangnya konsentrasi” seseorang dalam menerima suatu berita atau data. Selain itu, beratnya beban pikian seseorang dan stres sangat meningkatkan resiko untuk menjadi pelupa. Hal-hal ini bukanlah pelupa akibat demensia dan ini harus jelas difiltrasi oleh seorang dokter dalam memeriksa pasien-pasien dengan sifat pelupa yang dicurigai sebagai demensia.

 

 

Memang berdasarkan data bahwa demensia disebabkan sebagian besar oleh penyakit alzheimer. Namun data ini adalah berdasarkan survei di negara-negara lain atau negara-negara yang lebih maju dibandingkan negara kita. Negara kita masih berkutat dengan masalah cedera otak akibat trauma kepala (kecelakaan), stroke, infeksi dan tumor. Kesemua keadaan itu dapat merusak jaringan otak dan mengakibatkan timbulnya demensia.  Oleh karena itu, penyakit alzheimer bukan penyebab terbesar demensia di negara kita, melainkan berbagai kondisi lain yang tersebut di atas.

Sayangnya, demensia tidak dapat disembuhkan dan perjalanan penyakitnya akan berlangsung terus. Yang bisa dilakukan oleh terapi medis adalah memperlambat progresifitas penyakit demensia tersebut, dengan obat-obatan dan stimulus lainnya. Hal ini sangat berbeda pada penyakit lupa yang biasa. Dengan proses adaptasi serta belajar maka sifat pelupa biasa dapat dikurangi. Latihan atensi dan konsentrasi yang baik juga dapat memperbaiki daya ingat seseorang.

Oleh karena itu, jangan terburu-buru khawatir dengan dengan sifat lupa anda. Analisa dengan benar kenapa anda sering merasa menjadi pelupa. Berikan relaksasi pada pikiran dan belajar dengan lebih baik untuk melatih adaptasi dan konsentrasi.

 

Hati-hati terhadap benturan kecil di kepala pada orang lanjut usia dan bayi….

Saya ingin menyampaikan suatu keadaan dan fakta yang banyak saya terima pada pasien-pasien saya khususnya pasien-pasien usia lanjut dan bayi. Sering sekali saya mendapatkan pasien-pasien usia lanjut atau bayi yang mengalami perdarahan di dalam kepala (perdarahan subdural) dengan kondisi biasanya lemas, penurunan kesadaran atau adanya kelumpuhan sesisi tubuh. Bahkan beberapa pasien tiba-tiba kehilangan kemampuan berbicara atau mengalami kejang. Bila saya tanyakan kepada pasien atau keluarga, apakah pasien sebelumnya pernah mengalami kecelakaan atau benturan pada kepala, biasanya dijawab tidak tahu atau tidak pernah. Namun saat saya lebih dalam bertanya dan mencoba mengajak keluarga untuk mengingat lebih baik maka baru diketahui cerita sebenarnya tentang adanya trauma kepala sebelumnya. Alasan yang menyebabkan keluarga atau pasien sendiri tidak ingat adanya riwayat benturan pada kepala adalah karena umumnya benturan tersebut sangat ringan dan bahkan tidak dianggap oleh pasien atau keluarga. Trauma kepala ringan seperti kepala terbentur meja atau kursi, kepala terbentur atap mobil sering sekali tidak diingat oleh setiap orang karena bersifat ringan, gejala hanya nyeri sebentar dan kemudian hilang dengan sendirinya. Namun setelah beberapa minggu atau beberapa bulan bahkan, baru pasien merasakan ada gejala yang timbul secara progresif. RIngannya trauma kepala dan jarak yang cukup lama antara kejadian trauma kepala dengan gejala yang pertama kali muncul mengakibatkan setiap orang bahkan mungkin dokter tidak memikirkan hubungan kedua kejadian ini. Padahal truma kepala ringan itulah awal dan penyebab kejadian perdarahan di kepala yang dapat berakibat fatal tersebut.

Perdarahan subdural (subdural hematom; SDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara otak dengan lapisan pembungkus otak (duramater). Perdarahan ini disebabkan robeknya pembuluh darah balik (vena) yang terletak di antara otak dan lapisan pembungkus otak atau robeknya pembuluh darah nadi (arteri) yang terletak di permukaan otak. Perdarahan biasanya bertambah sedikit demi sedikit sehingga gejala yang timbul pertama kali setelah beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan pasca trauma kepala. Gejala yang tersering berupa sakit kepala, kejang, kelemahan anggota gerak dan kesulitan berbicara.

Secara rutin saya selalu mendapatkan dan melakukan tindakan operasi pada pasien-pasien usia lanjut dan bayi tersebut setiap bulannya. Jumlahnya juga tidak sedikit yaitu sekitar 2 sampai 3 setiap bulan. Tindakan operatifnya juga tidak terlampau sulit dan tidak terlalu membutuhkan waktu yang lama. Tindakan yang kita lakukan berupa membuat satu atau dua buah lubang untuk kemudian mengalirkan darah tersebut keluar sekaligus membilas dengan menggunakan cairan fisiologis yang steril. Selanjutnya saya cenderung meninggalkan sebuah selang “drain” untuk mengeluarkan sisa-sisa darah selama perawatan di rumah sakit. Hasil dari operasi juga sangat memuaskan, Umumnya keluhan yang dirasakan sebelum operasi akan segera atau berangsur-angsur berkurang. Sakit kepala akan menghilang dan kelemahan anggota gerak serta gangguan bicara akan membaik. Gejala kejang masih mungkin terjadi namun hal ini harus diterapi juga dengan obat-obatan. Pasien biasanya akan pulang ke rumah pada hari ke 5 pasca operasi dengan keadaan yang sangat baik. Temuan saya pada saat pasien-pasien tersebut kontrol setelah pulang adalah seluruh gejala sebelumnya yang dirasakan berkurang bahkan menghilang.

Yang saya sampaikan di atas adalah cerita baik dari suatu kejadian perdarahan subdural. Ada juga beberapa kasus yang menolak tindakan operasi karena merasa gejala tidak terlalu serius. Namun setelah beberapa waktu tiba-tiba kondisi pasien sangat menurun dan jatuh dalam keadaan yang bergantung pada alat bantu nafas serta kesadaran yang sangat jelek. Hal ini akan semakin sulit ditolong walau dengan tindakan operasi sekalipun. Ada juga pasien-pasien yang menolak tindakan operasi dan kemudian mengalami perburukan keluhan kejang sehingga sulit untuk dikontrol. Semua ini terjadi karena penundaan tindakan operasi pada perdarahan subdural tersebut. Gejaa defisit neurologis dapat menjadi permanen.

Sebagai kesimpulan, bila anda mempunyai orangtua atau anak kecil/bayi dengan gejala-gejala seperti diatas dan dengan riwayat trauma yang tidak jelas, segera lakukan pemeriksaan termasuk CT Scan kepala. Segeralah mendapatkan pertolongan medis dari dokter khususnya dokter bedah saraf untuk membuang darah yang ada. Tindakan yang diberikan dengan cepat akan membuahkan hasil yang sangat baik tanpa ada kecacatan lebih lanjut.

“Tanda Tanya” seputar stroke….(pertanyaan-pertanyaan tersering mengenai stroke)

Selama saya menjadi seorang ahli bedah saraf, tidak sedikit pasien, keluarga pasien atau siapapun juga menanyakan beberapa hal tentang stroke. Dalam beberapa kali kesempatan saya memberikan kuliah, pidato atau presentasi tentang stroke khususnya ke masyarakat awam, saya selalu diserbu dengan banyak pertanyaan seputar penyakit yang kompleks dan mematikan ini. Tidak terhitung telah berapa banyak saya mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang sama dan saya memberikan jawaban yang secara prinsip juga sama. Untuk kesempatan kali ini, saya akan memaparkan beberapa pertanyaan yang palin sering saya terima dan saya jawab.

1. Apa sebenarnya faktor resiko terpenting yang dapat mengakibatkan stroke…???

Jawab : Secara umum faktor resiko stroke terbagi dua, yaitu faktor yang tidak dapat dipengaruhi (seperti usia tua, riwayat stroke sebelumnya, berbagai penyakit yang dapat menyebabkan stroke seperti kelainan pembuluh darah otak, dan lain-lain); dan faktor yang dapat dipengaruhi (seperti tekanan darah tinggi, penyakit gula, kolesterol tinggi, berat badan berlebih/obesitas, psikis/emosi, dan lain-lain). Namun bila kita perhatikan dengan benar dan teliti, ternyata salah satu faktor yang tersebut di atas merupakan faktor yang paling penting mengakibatkan stroke. Yang manakah itu…??

Untuk anda yang mungkin sudah pernah terserang stroke atau ada keluarga/teman anda yang mengalami stroke, bila kita perhatikan dan coba ingat, umumnya stroke terjadi pada kondisi-kondisi atau saat-saat dimana seseorang sedang terbangun dari tidur, sedang menonton televisi, sedang berolahraga, sedang bekerja/beraktifitas yang berlebihan/terlalu bersemangat, sedang marah, atau sedang terlalu letih/lelah. Pertanyaannya adalah kenapa stroke terjadi pada situasi-situasi tersebut…?? Jawabannya adalah pada saat melakukan kegiatan-kegiatan di atas, terdapat perubahan tekanan darah secara drastis (meningkat secara tiba-tiba) dari nilai normal yang biasa dimiliki seseorang. Apa yang menyebabkan perubahan tekanan darah secara tiba-tiba itu? Jawabannya adalah kondisi psikis dan emosional seseorang yang berubah. Semua kegiatan di atas menuntut perubahan emosional kita sehingga memicu tekanan darah untuk meningkat secara drastis. Inilah yang kemudian akan menjadi resiko terbesar terjadinya stroke.

Beberapa percobaan pengukuran tekanan darah terhadap para petani di pedesaan menunjukkan hasil yang mencengangkan dimana rata-rata tekanan darah mereka adalah 210/120 mmHg (padahal nilai normal tekanan darah yang optimal adalah 120/80 mmHg). Namun kenapa angka kejadian stroke sangat kecil pada komunitas petani dengan tekanan darah yang sangat tinggi ini? Jawabnya karena tekanan darah yang tinggi terus menerus dan cenderung stabil “bukan” merupakan faktor pencetus stroke yang signifikan. Perubahan tekanan darah secara drastis dan tiba-tibalah yang merupakan faktor pencetus utama. Disini, emosional dan psikis berpengaruh terbesar terhadap perubahan tekanan darah tersebut.

2. Bagaimana sebenarnya terapi stroke…?? Berapa lama onset stroke sejak serangan masih dapat diobati/diterapi…??

Jawab : Pada saat stroke terjadi, jaringan otak dalam kondisi terancam tidak mendapatkan pasokan darah yang berisi oksigen dan zat makanan. Hal ini terjadi baik pada stroke sumbatan (akibat tersumbatnya pembuluh darah) atau stroke berdarah (pecahnya pembuluh darah). Keadaan ini akan mengancam kematian sel-sel otak yang cenderung untuk meluas. Terapi yang harus dilakukan adalah untuk sesegera mungkin membuka sumbatan pada stroke sumbatan (stroke iskemik) dan membuang darah pada stroke berdarah (stroke hemorrhagik) dengan cara operasi.

Waktu toleransi yang diberikan oleh sel-sel otak yang terancam kematian tidaklah lama, yaitu hanya sekitar 3 – 8 jam saja sejak onset serangan (khususnya untuk stroke iskemik). Sehingga pada durasi waktu tersebut, pertolongan harus segera diberikan untuk sesegera mungkin dibuka sumbatan yang terjadi. Bila telah melewati waktu toleransi tersebut maka kemungkinan untuk pemulihan sangatlah minimal. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan prosedur endovaskuler (kateterisasi dan rekanalisasi pembuluh darah yang tersumbat). Sedangkan untuk stroke berdarah, maka belum ada data pasti berapa lama toleransi sel-sel otak terhadap penekanan oleh darah yang keluar akibatnya pembuluh darah. Beberapa penelitian mengatakan bahwa bila darah segera dikeluarkan dan dibuang, maka akan segera pula menurunkan tekanan di dalam kepala sehingga aliran darah ke otak juga semakin baik. Tindakannya berupa bedah saraf dengan berbagai macam teknik.

3. Apakah setelah dilakukan tindakan operasi atau prosedur lainnya pasien kemudian sembuh?

Jawab : Pemulihan pasien stroke sangat bergantung dengan kondisi keadaan pasien sebelum tindakan operasi. Bila kondisi pasien lebih baik dan kelumpuhan tidak terlalu berat maka kemungkinan pemulihan lebih cepat dan lebih baik. Namun bila kondisi sebelum operasi sangat buruk maka kemungkinan pemulihan sangat kecil dan membutuhkan waktu yang lama. Selain itu yang mempengaruhi kesembuhan dan pemulihan adalah lamanya pasien mendapatkan terapi dan tindakan operasi sejak onset stroke terjadi. Bila tindakan penyelamatan sel-sel saraf dilakukan sedini mungkin (kurang dari 3 jam) maka kemungkinan pemulihan menjadi lebih baik. Hal ini berlaku sebaliknya bila tindakan atau operasi dilakukan setelah 3 jam atau bahkan setelah 24 jam, maka hasil tindakan kemungkinan tidak bisa maksimal.

Tindakan operasi pada prinsipnya adalah untuk menyelamatkan pasien dari ancaman jiwa akibat serangan stroke sehingga bila indikasi operasi sudah ditegakkan maka biasanya seorang dokter bedah saraf akan menawarkan tindakan operasi. Hal dikarenakan usaha menyelamatkan nyawa dan fungsi merupakan suatu prioritas utama.

Selain tindakan operasi, maka terapi stroke yang vital termasuk fisioterapi dan rehabilitasi fisik. Motivasi kepada pasien untuk melakukan latihan fisik untuk se-optimal mungkin mengembalikan fungsi tubuh adalah hal yang sangat penting pada penderita stroke pasca terapi atau tindakan operasi. Bia usaha pasien maksimal dalam melatih diri maka usaha pemulihan jelas akan semakin baik.

4. Bagaimana dengan cerita tentang terapi tusuk ujung jari yang dikatakan dapat mengeluarkan darah stroke dari otak? Apakah benar adanya?

Jawab : Secara ilmu medis yang saya ketahui, tidak ada terapi tusuk ujung jari yang dapat mengeluarkan darah stroke dari dalam otak. Memang saya mendengar banyak cerita dari para pasien tentang terapi ini, namun menurut saya hal ini tidak mungkin dilakukan, sebab tidak ada hubungan antara sirkulasi darah di ujung jari dengan darah yang keluar di dalam otak. Darah di otak akibat stroke hanya dapat dikeluarkan dengan tindakan operasi bedah saraf. Berbagai teknik dan cara operasi bedah saraf tersedia tergantung kondisi pasien dan peralatan yang tersedia. Begitu juga dengan stroke sumbatan, tindakan yang dilakukan adalah dengan intervensi endovaskuler yang dapat dilakukan oleh seorang ahli bedah saraf atau neurologi.

Ilmu tusuk jarum yang saya kenal dan memang ada dalam dunia kedokteran adalah akupunktur. Namun akupunktur disini berguna untuk membantu proses rehabilitasi setelah tindakan operasi dilakukan. Selain fisioterapi maka akupunktur juga menjadi pilihan dalam mempercepat pemulihan pasien pasca stroke.

5. Bagaimana dengan teknik “Brain Wash” untuk stroke yang banyak terdengar akhir-akhir ini?

Jawab : Teknik “Brain Wash” mulai banyak terdengar 2 tahun terakhir yang dikatakan dapat menyembuhkan stroke. Sesungguhnya teknik “Brain Wash” adalah teknik intervensi endovaskuler yang dapat dilakukan untuk melepaskan sumbatan pembuluh darah atau menutup pembuluh darah yang anomali bentuknya. Teknik ini semakin banyak digunakan karena sifatnya yang “minimal invasif” sehingga pasien tidak memerlukan perawatan yang lama. Dengan teknik ini, khususnya untuk stroke sumbatan, diharapkan dapat melepaskan sumbatan sehingga aliran darah otak dapat berjalan kembali.

Namun perlu diperhatikan dengan benar dan jelas bahwa jaringan otak yang sudah mati akibat tidak mendapatkan suplai darah karena adanya stroke, hanya mempunyai waktu yang relatif sangat pendek untuk diselamatkan agar dapat pulih kembali. Bila tindakan dilakukan setelah melewati masa waktu toleransi (“Golden Hour”), maka tindakan intervensi endovaskuler tidak dapat memberikan hasil yang baik atau yang diharapkan. Waktu toleransi otak untuk dapat diselamatkan sebelum kerusakan permanen hanyalah sekitar 8 jam. Setelah itu maka kerusakan otak permanen sudah terjadi dan tindakan endovaskuler/brain wash kemungkinan besar tidak dapat membantu.

6. Apakah serangan stroke bisa dianggap akhir dari segalanya?

Jawab : Walaupun stroke dianggap penyakit yang sangat mematikan (seperti penyakit serangan jantung) namun bila ditatalaksana sesegera mungkin pasca serangan maka kemungkinan untuk mendapatkan pemulihan lebih besar. Tindakan operatif dan intervensi masih berperan sangat besar dalam tatalaksana stroke. Selain itu semangat dan motivasi pasien untuk sembuh serta kesabaran keluarga untuk merawat adalah hal yang vital pula.

“Perdarahan Epidural” di dalam kepala…”the silent killer”…!!

Kejadian trauma kepala saat ini semakin banyak akibat tingginya angka kecelakaan lalu lintas serta ketidakamanan suasana kerja yang beresiko tinggi, misalnya pada pekerjaan buruh pembangunan dan lain-lain.Kelalaian dalam mentaati peraturan lalu lintas ditambah dengan semakin majunya teknologi kenderaan bermotor menyebabkan selain kejadian trauma kepala meningkat juga disertai dengan ‘impact” yang tinggi pada kepala dan otak.Akibatnya terjadilah perdarahan hebat pada otak atau pembengkakan otak.Gejala yang tampak biasanya sangat jelas, seperti luka di kepala, penurunan kesadaran atau gejala-gejala kelumpuhan lainnya. Namun diantara jenis perdarahan otak yang mungkin terjadi, terdapat suatu jenis perdarahan otak yang kadang tidak terdeteksi dan mematikan.Perdarahan itu disebut dengan perdarahan epidural atau “Epidural hematoma (EDH)”.

Perdarahan epidural atau kita singkat dengan EDH adalah perdarahan yang terjadi di antara selaput pembungkus otak (duramater) dan tulang kepala. Perdarahan ini terjadi akibat retaknya tulang kepala pada trauma kepala yang selanjutnya retakan tulang itu akan menjadi sumber perdarahan atau dapat pula mencederai pembuluh darah yang berada di selaput pembungkus otak tersebut. Darah kemudian akan berkumpul dan bertambah banyak baik secara perlahan-lahan atau dalam tempo yang singkat. Pada awalnya dimana jumlah darah masih sangat sedikit, mungkin penderita tidak merasakan suatu keluhan yang berat atau berarti sehingga sering diabaikan. namun bila jumlah perdarahannya sudah cukup banyak maka dampaknya sangat berat hingga kematian.

Dalam kesempatan ini saya ingin bercerita mengenai salah satu pengalaman saya berkaitan dengan perdarahan epidural yang saya alami semasa saya masih menjalani pendidikan untuk menjadi seorang dokter spesialis bedah saraf. Di suatu malam dimana saya sedang bertugas jaga malam di sebuah rumah sakit pemerintah terbesar di indonesia, saya mendapat panggilan dari unit gawat darurat yang mengatakan bahwa ada pasien yang mengalami trauma kepala akibat kecelakaan lalu lintas. Segera saya bergegas ke unit gawat darurat untuk menemui dan memeriksa pasien. Ternyata saya menemukan seorang kakak dan adiknya yang baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas saat mereka sedang mengendarai sepeda motor. Keduanya tidak memakai helm dan diserempet oleh sebuah mobil minibus yang melaju dengan cepat. Keduanya kemudian terlempar dan terhempas ke kerasnya aspal di jalan. Saya asumsikan telah terjadi benturan kepala dengan aspal baik pada si kakak maupun si adik dari memar yang ada di kepala mereka masing-masing. Namun kondisi saat itu, si adik dalam keadaan tidak sadar dan sepertinya kondisinya darurat. Sedangkan sang kakak terlihat sadar penuh dan terus memegang lengan adiknya sambil menangis, walau terdapat memar di kepalanya juga. Keduanya diantar oleh orangtua mereka ke rumah sakit.

Si adik kemudian dilakukan pemeriksaan lengkap termasuk CT Scan kepala. Hasilnya menunjukkan adanya perdarahan otak yang minimal namun pembengkakan otak yang hebat di sisi kanan, sehingga kemudian saya menyarankan untuk dioperasi segera untuk pengangkatan darah dan memberikan ruang bagi otak yang bengkak. Orangtua setuju untuk dilakukan tindakan operasi. Kemudian saya menawarkan kepada si kakak untuk diperiksa lebih dalam dengan melakukan pemeriksaan CT Scan kepala. Namun si kakak menolak dan begitu pula dengan orangtuanya melihat kondisi kakaknya yang baik-baik saja.Surat penolakan tindakan diagnostik lebih lanjut pun ditandatangani oleh orangtua. Dalam kesempatan itu saya tetap memberikan edukasi agar si kakak perlu diobservasi dengan ketat setidaknya untuk 24 jam pertama pasca kecelakaan. Kembali orangtua memilih untuk membawa sang kakak pulang ke rumah. Si adik kemudian menjalani operasi bedah saraf. Operasi berjalan dengan baik dan kemudian pasca operasi dirawat di ruang rawat intensif. Kelihatannya perbaikan mulai terlihat dan sang adik mulai siuman.

Keesokan paginya, saat saya akan pulang ke rumah sehabis dinas malam, saya kembali mendapatkan panggilan dari unit gawat darurat yang menyatakan ada pasien yang mengalami trauma kepala kembali. Dikatakan pasien tersebut telah dilakukan CT Scan kepala oleh teman sejawat saya dari bagian neurologi/saraf, dan ditemukan ada perdarahan luas. Saya segera berlari ke unit gawat darurat dan alangkah terkejutnya saya menemukan pasien tersebut ternyata sang kakak yang mengalami kecelakaan semalam. Kondisinya amat buruk dan sudah dalam bantuan nafas dengan mesin. tidak terdapat tanda-tanda kehidupan sehingga saya terpaksa menyatakan telah terjadi kematian batang otak yang tidak mungkin bisa diobati walau dengan operasi sekalipun. Kedua orangtuanya menangis histeris namun sempat saya bertanya bagaimana kejadiannya. Orangtua bercerita bahwa malam sebelumnya, si kakak langsung ingin tidur setelah sampai di rumah. Tetapi hingga pagi, sang kakak tidak pernah bangun dan tidak dapat dibangunkan sehingga kemudian dilarikan ke rumah sakit. Hasil CT scan terdapat perdarahan epidural yang sangat luas dan dengan volume yang besar, yang telah menekan batang otak begitu hebat dan mengakibatkan kematian. Pada saat itu saya hanya dapat meminta maaf karena tidak ada hal lain yang bisa saya lakukan untuk membantu serta menyatakan jam kematian si kakak.

EDH pada CT Scan kepala

Dari cerita ini tampak bahwa si kakak yang pada awalnya tidak menunjukkan gejala apapun ternyata berakhir dengan kematian. Sedangkan si adik yang kondisi awalnya sangat berat kemudian mendapatkan pertolongan operatif sehingga dapat tertolong nyawanya. Perdarahan epidural dapat disebut sebagai “the silent killer” bila kita tidak waspada dan tidak cermat dalam mengantisipasi. Setiap trauma kepala seringan maupun seberat apapun harus mendapatkan pertolongan dan pemeriksaan yang optimal agar kematian dan kecacatan mungkin dapat dihindari.

Misteri kekuatan potensial otak (saraf) pada bayi dan anak

Mungkin pernah saya sampaikan dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya mengenai misteri otak, khususnya pada bayi dan anak. Mungkin juga saya telah menyampaikan bahwa dari seluruh jenis kasus bedah saraf, kasus bedah saraf anak adalah yang paling rumit dan penuh dengan tanda tanya. Masih banyak hal yang belum dapat dijelaskan dengan dasar pengetahuan medis serta referensi berbagai literatur tentang penyakit saraf pada anak, khususnya yang telah dilakukan tindakan pembedahan.

Tidak seperti pada orang dewasa, dimana suatu kelainan pada sistem saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) dapat lebih dijelaskan tentang mekanisme kejadian, rencana pengobatan dan manfaat serta khususnya prognosis ke depan dengan jelas atau cukup jelas. Hasilnya pun tidak terlalu jauh dari prediksi kita para dokter bedah saraf mengenai perjalanan penyakitnya selanjutnya. Pada kasus bedah saraf anak, masih banyak hal-hal yang dapat tidak kita duga yang akan terjadi.

Bayi dan anak, walaupun dianggap sebagai suatu manusia yang baru hidup di dunia dengan segala kelemahannya akibat belum sempurnanya pertumbuhan, ternyata memiliki suatu kekuatan potensial yang sangat dasyat, yang membantu untuk mempercepat pemulihan serta memperbaiki segala kerusakan. Kekuatan tersebut dapat membantu bayi dan anak untuk kembali mengejar hidup yang normal pada usia yang lebih dewasa. Kekuatan itu adalah kemampuan “tumbuh kembang”. Cadangan kemampuan untuk pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut masih sangat besar pada bayi dan anak. Kemampuan sel-sel tubuh termasuk sel-sel saraf untuk mengembalikan fungsinya amatlah tinggi, walau kemampuan sel saraf sendiri untuk beregenerasi sangat rendah. Kerusakan dan kehilangan yang berat juga masih dapat diganti fungsinya dengan bagian sel saraf yang lain. Inilah kekuatan potensial pada bayi dan anak tersebut.

Beberapa minggu sebelumnya, saya melakukan suatu tindakan operasi bedah saraf pada seorang bayi yang masih berusia 1 bulan. Bayi tersebut mengalami perdarahan masif pada otak disertai dengan pembengkakan otak yang hebat. Penyebabnya sangat sederhana, lupa diberikan suntikan vitamin K pada saat lahir. Pada saat operasi, saya menemukan kerusakan otak yang begitu hebatnya pada otak sebelah kiri (otak dominan pada umumnya) sehingga struktur otak sudah berubah menjadi seperti bubur. Sel-sel otak yang rusak dan mati dalam jumlah besar ini terpaksa saya buang karena sel-sel otak yang rusak dapat menularkan kerusakannya ke sel-sel otak yang normal. Lebih dari 50% otak sisi kiri saya buang, yang sebagian besar sel-sel otak tersebut memiliki fungsi yang vital, diantaranya untuk fungsi pergerakan sisi kanan tubuh serta fungsi peraba sisi kanan tubuh. Pada saat saya membunag semua jaringan otak yang mati itu, saya berpikir bahwa kemungkinan besar bayi kecil malang ini akan menderita kelumpuhan sebelah kanan selanjutnya. Namun saya tidak punya pilihan, daripada kerusakan otak menjadi total.

Pasca operasi dan pasca bayi tersebut dibangunkan dari pengaruh obat bius, saya mengamati suatu hal yang luar biasa. Dengan kehilangan hampir setengah bagian dari otak, bayi kecil tersebut tidak menunjukkanadanya kekurangan apapun. Seluruh tangan dan kaki kecilnya dapat bergerak dengan baik dan begitu aktifnya. Suara tangisannya begitu kuat dan semangat untuk minumnya sangat tinggi. Secara keseluruhan, kondisi bayi jauh lebih baik dan lebih segar dibandingkan dengan sebelum operasi. Bagaimana saya dapat menjelaskan ini….? Bagaimana saya dapat menjelaskan kenapa seluruh fungsi pergerakannya berjalan dengan baik padahal hampir setengah otak saya buang…?? Apakah mungkin jaringan otak yang saya buang itu tidk memiliki peran apapun dalam fungsi hidup si bayi…??

Memang harus diakui, masih banyak pengetahuan yang tidak diketahui kita para dokter dan manusia pada umumnya. Masih banyak rahasia Tuhan Yang Maha Esa yang belum dimengerti oleh kita. Mungkin memang tidak semuanya dapat atau harus diketahui oleh manusia. Dalam hal medis dan fungsi sel-sel otak, konsep yang berkembang terakhir adalah bahwa sel-sel saraf memiliki kemampuan untuk memindahkan pusat pengaturan fungsi di suatu bagian otak ke bagian lainnya, sehingga walau ada yang rusak/hilang, fungsinya masih tetap ada. Selain itu, cadangan potensial “tumbuh kembang” pada anak memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan mengatur ini semua.

Sebagai pembelajaran khususnya bagi saya dari kasus ini adalah, jangan pernah menyerah dalam menghadapi kelainan pada bayi dan anak. Jangan pernah putus asa dan membiarkan kerusakan atau gangguan pada bayi dan anak berlanjut tanpa usaha memberikan tindakan untuk memperbaiki. Kita para dokter harus selalu berusaha memberikan kondisi yang suportif bagi tubuh bayi/anak agar dapat melakukan tumbuh kembangnya dengan baik. Berikanlah kesempatan pada bayi dan anak untuk tumbuh dan berkembang serta menikmati keindahan dunia ini.

 

Berikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang