Arsip Kategori: catatan

catatan dokter andra

Kembar siam gabung kepala…kebesaran Tuhan yang menjadi tantangan ahli bedah saraf…

Kembar siam gabung kepala atau dalam bahasa medis disebut “Craniopagus” adalah kelahiran dua bayi dengan dempet pada kepala. Walau tidak sering ditemukan namun tercatat sudah beberapa kejadian terjadi di seluruh dunia. Beberapa di antaranya tumbuh hingga dewasa tetap dalam keadaan dempet, namun beberapa di antaranya juga dilakukan usaha pemisahan sejak dini oleh para ahli bedah saraf. Tetapi usaha pemisahan dempet kepala ini bukanlah hal yang mudah, dan bahkan merupakan salah satu tantangan terbesar bagi ahli bedah saraf.

Craniopagus terjadi akibat gagalnya pemisahan dua zygot / sel telur yang sudah dibuahi oleh sperma pada keadaan kelahiran kembar/ganda. Akibatnya, terjadi penyatuan atau dempet pada suatu atau beberapa bagian tubuh. Penyatuan atau dempet dapat terjadi pada bagian perut, pinggang, dada maupun kepala. Akibat penyatuan ini maka kemungkinan akan ada organ yang digunakan secara bersama dan tidak terbentuk untuk masing-masing bayi. Usaha pemisahan selalu dilakukan agar kedua anak dapat tumbuh seperti orang normal namun pemisahan dempet kepala tidaklah semudah pemisahan jenis dempet yang lain karena berhubungan dengan struktur saraf yang sangat penting dan rapuh serta sistem pembuluh darah kepala dan otak yang amat rumit. Sehingga, usaha pemisahan dempet kepala lebih banyak mengalami kegagalan dan berakhir dengan kematian ke dua bayi dempet tersebut.

Dalam sejarah, salah seorang ahli bedah saraf Indonesia, seorang guru besar bedah saraf dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, yaitu Prof. Dr. RM Padmosantjojo, SpBS, berhasil melakukan pemisahan terhadap bayi kembar siam yaitu Yuliana dan Yuliani. Hal ini merupakan salah satu kebanggaan Indonesia terhadap dunia dimana salah seorang anak bangsanya berhasil melakukan operasi yang tidak berhasil dilakukan di negara lain di dunia. Dengan berbagai kekurangan sarana dan prasarana saat itu dan dengan pengetahuan yang dianggap tidak semaju negara-negara lainnya di dunia, Prof. Padmo beserta tim dokter bedah saraf FKUI-RSCM dalam operasi yang berlangsung sekitar 16 jam, berhasil memisahkan bayi kembar siam dempet kepala, Yuliana dan Yuliani. Keberhasilan ini juga yang kemudian menganugerahkan beliau dengan gelar guru besar bedah saraf FKUI.

Yuliana-Yuliani

Saya sebagai murid langsung dari beliau merasa sangat bangga atas kerjanya, dan saya banyak mendapatkan nasehat serta ajaran mengenai kembar siam ini dan cara melakukan pemisahannya. Prof. Padmo menceritakan kepada saya mengenai prinsip-prinsip dasar pada kembar siam yang sangat penting dipegang untuk mentatalaksananya dengan benar. Untuk memisahkan kepala pada kembar siam maka yang harus dipastikan adalah adanya struktur-struktus penting saraf/otak dan pembuluh darah untuk masing-masing bayi. Menurut Prof. Padmo, sebenarnya Yang Maha Kuasa sudah memberikan dan membuat masing-masing struktur tadi namun dalam keadaan menempel atau tidak teratur. Tugas kita sebagai ahli bedah saraf yang memisahkan dan membentuknya serta meletakkannya ke tempat yang normal. Dengan pengetahuan tersebut disertai dengan ketajaman mata dan keahlian dan ketrampilan tangan memisahkan saraf dan pembuluh-pembuluh darah yang kecil, maka Prof. Padmo berhasil memisahkan bayi kembar siam. Kegagalan-kegagalan pemisahan kembar siam dempet kepala di negara-negara lain adalah karena prinsip-prinsip tadi tidak dipegang.

Prof. Dr. RM. Padmosantjojo, SpBS(K)

Saat ini Yuliana dan Yuliani sudah tumbuh dan telah menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi mereka masing-masing. Ada yang menjadi dokter dan ada yang menjadi Insinyur teknik. Mereka berdua dapat menjalani hidup seperti orang normal biasa.

Akan selalu ada masalah-masalah medis yang timbul sebagai suatu tantangan bagi dokter dan tenaga medis lainnya. Hal ini merupakan pintu kesempatan bagi kita para dokter untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik asalkan tidak putus usaha. Tantangan  pemisahan kembar siam dempet kepala masih dihadapi oleh para ahli bedah saraf dunia, termasuk saat ini oleh ahli-ahli bedah saraf dari Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM.

Peregangan sendi leher secara aktif dan kuat….kebiasaan yang membahayakan…!

Mungkin kita sering melihat seseorang melakukan peragangan sendi leher secara aktif dengan cara mendorong dagu dan kepala ke salah satu sisi baik kanan atau kiri yang kemudian menimbulkan suara “klik” pada sendi leher. Hal ini sering dilakukan oleh anak-anak muda dan remaja, atau mungkin kita sendiri sudah sering melakukannya. Bahkan tukang pijat atau tukan cukur/potong rambut sering melakukannya saat memijat kita.

Setelah melakukan peregangan aktif sendi leher itu dan setelah timbul suara “klik” pada sendi leher maka seseorang tersebut akan merasakan kenyamanan karena kurangnya ketegangan pada sendi leher. Hal ini kemudian akan memicu orang-orang tersebut untuk melakukannya kembali saat leher terasa tegang dan lama kelamaan menjadi kebiasaan. Namun apakah mereka atau kita mengetahui ancaman dan bahaya dari tindakan dan gerakan tersebut…??

Tidak sedikit saya menemukan pasien-pasien muda/remaja yang datang ke unit gawat darurat dengan kelumpuhan seluruh alat gerak (tangan dan kaki) pasca melakukan peregangan aktif sendi leher tersebut. Pasien-pasien tersebut tidak dapat menggerakkan tangannya dan tidak dapat berjalan. Di antaranya juga mengalami gangguan berkemih dan buang air dimana tidak dapat mengontrolnya dengan baik. Yang lebih parah di antara mereka ada yang tidak dapat bernafas secara spontan sehingga membutuhkan alat bantu nafas segera. Mengapa ini bisa terjadi…??

Sendi leher (hubungan antara ruas pertama dan kedua tulang leher dengan bagian basis kepala) merupakan suatu susunan yang kompleks dan kuat namun memiliki kemampuan pergerakan yang sangat luwes. Sendi-sendi tersebut terbentuk dari berbagai hubungan jaringan ikat penyambung yang disebut ligamen yang menghubungkan tulang dengan tulang. Terdapat sebuah tulang yang menjulang ke atas dari ruas kedua tulang leher sebagai sumbu perputaran leher dan kepala kita. Pada saat seseorang melakukan peregangan aktif sendi leher yang terlalu berlebihan dan sering akan merusak dan menganggu kekuatan serta elastisitas dari ligamen-ligamen tersebut. Suara “klik” yang timbul menunjukkan adanya benturan antara tulang bahkan mengakibatkan pergeseran tulang. Pada keadaan ekstrim, ligamen-ligamen akan putus dan tulang akan retak atau hancur sehingga tulang leher akan menjadi tidak stabil dan bergeser. Akibatnya, saraf tulang belakang di leher akan tertekan dan terluka. Saraf tulang belakang tersebut mengatur seluruh fungsi badan dari leher ke bawah, baik fungsi pergerakan, rasa, kontrol organ-organ dalam (misalnya fungsi pernafasan dan fungsi jantung), berkemih, fungsi seksual, dan lain-lain. Pada saat saraf di leher rusak maka seluruh sistem dan fungsi tersebut di atas akan mengalami gangguan sehingga muncullah gejala-gejala yang membahayakan fungsi hidup pasien-pasien tersebut.

Patah tulang leher

 

Tindakan yang dapat dilakukan oleh seorang dokter bedah saraf adalah operasi untuk melepaskan tekanan pada saraf tulang belakang, reduksi dan reposisi tulang leher disertai dengan pemasangan alat untuk menciptakan kestabilan. Kemampuan pulih tergantung sejauh mana kerusakan saraf sudah tercapai namun sangat sulit untuk kembali menjadi normal seperti sebelumnya. Tindakan operasi yang tidak dilakukan dengan segera akan dapat membahayakan nyawa pasien karena seluruh fungsi tubuhnya akan mengalami kegagalan.

Fiksasi tulang leher dengan "screw"

 

Oleh karena itu, hati-hatilah dalam melakukan peregangan sendi leher secara aktif baik yang kita lakukan sendiri atau dilakukan oleh orang lain. Mungkin memang memberikan kenyamanan sementara namun dapat merugikan seumur hidup bahkan mengancam nyawa. Daripada melakukan peregangan sendi leher secara aktif saat leher tegang, jauh lebih baik beristirahat dengan berbaring atau tidur.

Lipoma….tumor jinak yang dapat menjadi ancaman serius…

Siapa yang tidak mengenal lipoma, tumor jinak yang berupa kumpulan lemak biasanya di bawah kulit. Lipoma dapat tumbuh dimana saja di seluruh bagian tubuh. Gejalanya biasanya hanya berupa benjolan di bawah kulit dan dapat digerakkan dengan bebas (tidak terfiksasi pada kulit ataupun pada jaringan di bawahnya). Kadang, bila ukurannya terlalu besar maka dapat menimbulkan rasa nyeri atau gangguan dalam menggerakkan suatu bagian tubuh. Hal ini terjadi karena lipoma yang besar dapat menekan dan mengiritasi saraf-saraf tepi kecil di seluruh bagian tubuh kita. Namun yang lebih sering adalah gangguan kosmetik yang diakibatkan lipoma ini sehingga dapat mengganggu rasa percaya diri seseorang. Tindakan untuk lipoma adalah dengan operasi minor pengambilan massa lipoma secara utuh. Operasi bersifat penyembuhan dan tidak ada tindakan tambahan lainnya.

Lipoma pada sisi kanan kepala

 

Namun tumor jinak ini ternyata mulai menunjukkan “taringnya” dan memberikan ancaman yang cukup serius kepada penderitanya. Kemampuannya untuk tumbuh di berbagai tempat ternyata tidak memberikannya batasan untuk tumbuh di daerah-daerah vital seperti otak dan saraf tulang belakang. Saya mencatat pernah melakukan operasi suatu tumor pada otak yang ternyata muncul sebagai lipoma pada 3-4 pasien. Tidak jarang pula ditemukan lipoma yang berada di antara saraf tulang belakang. Lipoma yang jinak ini bila tumbuh di otak atau saraf tulang tentunya akan memberikan ancaman gangguan fungsi yang penting. Kelumpuhan, gangguan bicara, gangguan merasa merupakan salah satu di antaranya. Tindakan pengangkatan lipoma yang relatif tidak sulit bila terletak di bawah kulit, akan menjadi rumit bila terletak di dalam otak atau saraf tulang belakang. Pengambilan secara utuh akan menjadi sulit karena ancaman mencederai sel-sel saraf sehat di sekitarnya.

Sebagai pesan pada tulisan saya ini adalah penyakit seringan lipoma tidak boleh kita sepelekan. Banyak jenis tumor lain yang gejala dan bentuknya menyerupai lipoma yang mungkin lebih berbahaya daripada lipoma. Selain itu, kemampuan lipoma untuk muncul di berbagai organ dan jaringan tubuh perlu diperhatikan. Tindakan eksisi dan pengangkatan massa lipoma merupakan terapi satu-satunya.

Jaringan lipoma

Kejang berulang dimulai pada usia remaja….belum tentu “penyakit ayan” (epilepsi)

Pada hari ini saya melakukan tindakan operasi otak pada seorang remaja laki-laki berusia sekitar 25 tahun di sebuah rumah sakit di Jakarta. Tindakan operasi cukup besar dan saya membutuhkan sekitar 6 jam untuk menyelesaikannya. Alhamdulillah, operasi tersebut berjalan lancar dan tidak memberikan resiko berat kepada remaja tersebut.

Namun pada cerita kali ini, bukan operasinya yang ingin saya tekankan, tetapi penyakit dan riwayat perjalanan penyakit remaja ini. Remaja berusia sekitar 25 tahunan ini pertama kali datang ke rumah sakit sekitar 2 minggu yang lalu dibawa oleh orangtuanya dengan keluhan kejang-kejang berulang sejak 2 tahun sebelumnya. Kejang-kejang tersebut semakin lama semakin sering dan semakin lama durasi serangannya. Remaja ini kemudian berobat ke beberapa dokter dan dikatakan menderita epilepsi. Dia diberikan beberapa obat anti kejang, namun walau diminum secara teratur, perbaikan terhadap kejang tidak kunjung datang. Serangan kejang berulang terus ada dan sangat mengganggu aktifitas hariannya. Selama 2 tahun, berbagai obat anti epilepsi diberikan dan dicoba dikombinasikan dengan hasil yang jauh dari memuaskan. Karena rasa tidak puas, kemudian kita lakukan pemeriksaan MRI kepala/otak. Hasilnya kita temukan suatu kelainan yang kita duga sebagai suatu tumor di dalam otak.

Epilepsy

 

Remaja tersebut kemudian kita lakukan operasi pengangkatan masa tumor otak. Ternyata saat operasi, kita menemukan suatu massa berupa pembuluh-pembuluh darah dengan bentuk aneh dan abnormal. Kita kemudian menyimpulkannya sebagai suatu “malformasi vaskuler”. Operasi berjalan dengan lancar dan massa tersebut dapat kita angkat secara total.

Maksud dari cerita saya ini adalah bahwa kejang berulang yang baru muncul pertama kali saat usia remaja/muda, maka jangan terburu-buru didiagnosis sebagai suatu epilepsi. Epilepsi primer atau yang biasa dikenal sebagai penyakit “ayan” di masyarakat awam umumnya ditandai dengan kejang berulang yang terjadi sejak usia kanak-kanak atau lebih muda lagi.  Selain itu, kejang merupakan petanda yang diberikan otak/tubuh bahwa ada suatu lesi/kelainan di dalam sistem saraf pusat/otak kita. Pemberian obat anti epilepsi tidak akan memberikan manfaat signifikan pada kejang berulang yang disebabkan oleh suatu massa di dalam ota. Tindakan operatif kadang sangat diperlukan.

Malformasi Vaskuler

Abses/nanah otak…runtuhnya pertahanan pertama pada otak

Abses atau dalam bahasa awam adalah kumpulan nanah pada suatu jaringan di dalam tubuh sering ditemukan di negara kita ini yang terkenal dengan polusi dan pola hidup yang tidak bersih dan tidak teratur. Abses atau nanah dapat ditemukan hampir di seluruh bagian tubuh, mulai dari kulit di bagian luar hingga organ di dalam tubuh. Tubuh manusia yang sebenarnya memiliki sistem pertahanan yang cukup kuat terhadap berbagai kuman yang beresiko masuk dan menginfeksi tampaknya sudah mulai kalah dengan kekuatan-kekuatan kuman tersebut. Sepertinya dengan berbagai faktor eksternal yang diakibatkan perbuatan manusia yang bersifat merusak alam ini telah memberikan kemampuan mutasi dari kuman-kuman tersebut untuk menjadi lebih kompleks dan lebih tinggi daya tahannya. Sejauh manapun dunia medis mencari obat untuk membunuh kuman-kuman ini namun tetap saja akan muncul spesies kuman baru yang lebih kuat.

Penyebab lain dari mudahnya kuman masuk adalah lemahnya atau hilangnya daya tahan dan sistem pertahanan tubuh manusia itu sendiri. Penyebabnya bisa berbagai hal, mulai dari faktor psikis, kekurangan gizi hingga penyakit pembunuh seperti HIV/AIDS. Kesemuanya akan meningkatkan resiko infeksi dan kejadian abses juga akan meningkat.

Otak yang terletak di dalam tempurung kepala memiliki pertahanan atau daya imunitas terkuat di dalam tubuh dari invasi dan infeksi berbagai kuman. Tulang kepala yang kompleks, sistem pembuluh darah yang menabjubkan serta adanya selaput pembungkus otak merupakan bagian terbesar dari sistem pertahanan otak yang pertama dan utama. Bila infeksi sudah berhasil masuk ke dalam otak maka kemungkinan besar infeksi juga sudah berhasil memasuki sistem organ yang lainnya.

Namun akhir-akhir ini, banyak pasien yang datang kepada saya dengan penemuan adanya abses atau nanah di dalam otak dengan keadaan bagian tubuh lainnya relatif sehat dan stabil. Pasien-pasien ini datang dengan gejala atau keluhan yang berhubungan dengan gangguan pada otak namun tidak mengeluh adanya gangguan lain di tubuhnya termasuk infeksi kuman di organ lainnya. Tentunya akan memberikan pertanyaan bagi kita, mengapa otak yang memiliki sistem pertahanan terkuat di dalam tubuh mengalami infeksi kuman (abses) tetapi bagian tubuh lainnya dalam keadaan sehat…?? Apakah imuntas otak semakin lama semakin berkurang…??

Jawabannya adalah karena ternyata kuman menemukan “jalan-jalan rahasia” sebagai akses langsung menuju ruang otak. Dasar tulang tengkorak memiliki banyak lubang-lubang kecil tempat keluar-masuknya saraf-saraf dan pembuluh darah otak. Lubang-lubang ini akan digunakan oleh kuman untuk masuk ke ruang otak. Infeksi-infeksi pada daerah wajah seperti infeksi daerah mulut, gigi, rongga hidung dan infeksi pada telinga merupakan sumber-sumber utama tempat asal kuman yang menyerang otak. Pasien-pasien dengan infeksi tersebut akan rentan untuk mengalami infeksi otak bila tidak diobati dengan tepat. Pasien-pasien dengan riwayat trauma kepala dimana terjadi keretakan pada tulang kepala serta kerusakan selaput otak akan memudahkan kuman masuk secara langsung melalui daerah trauma tersebut. Sehingga banyak pasien pasca trauma kepala kemudian akan mengalami infeksi dan/atau abses pada otak.

Pasien-pasien dengan abses otak harus dilakukan terapi dengan benar untuk menghentikan infeksi kuman sekaligus memastikan kesembuhan. Jumlah nanah yang terlalu besar perlu dilakukan tindakan operasi untuk membuang nanah tersebut. Pemasangan selang drainase ke dalam otak kadang perlu dilakukan hingga seluruh nanah dikeluarkan. Pengobatan atau pembuangan infeksi asal dari gigi, telinga dan lain-lain juga harus dilakukan karena tanpa mengobati sumber asalnya, bukan tidak mungkin abses otak akan terjadi lagi. Selain itu, pemberian antibiotik untuk abses otak harus dalam dosis yang lebih besar, durasi yang lebih lama serta dengan kombinasi yang sesuai dengan kuman yang ditemukan di nanah yang diambil. Biasanya, antibiotik diberikan selama 6 sampai 8 minggu dengan suntikan dan kemudian dilanjutkan dengan antibiotik oral selama 1 sampai 2 minggu. Untuk pasien-pasien dengan sistem imunitas terganggu seperti pada HIV/AIDS maka terapi peningkatan sistem imunitas juga perlu diberikan.

Pasien dengan abses otak tanpa ada penyakit lainnya yang mengganggu sistem imunitas tubuh umumnya memiliki prognosis kesembuhan yang cukup baik bila diterapi dengan benar. Tindakan operasi diperlukan untuk membuang nanah dan mencari tahu jenis kuman yang menginfeksi sebagai pedoman pemberian terapi antibiotik selanjutnya.

Abses otak

Perlukah tindakan pembedahan pada stroke…??

Stroke merupakan penyakit yang menempati posisi nomor dua terbesar penyebab kematian setelah serangan jantung. Setiap tahunnya, angka serangan stroke semakin meningkat, dan semakin meningkat resikonya dengan bertambahnya usia seseorang. Namun, ternyata pada saat ini, stroke juga sudah menyerang orang-orang dengan usia yang lebih muda. Bila dahulu penyakit stroke biasanya terjadi pada usia di atas 55 tahun, saat ini stroke sudah menyerang usia 30 tahun. Penyebabnya adalah semakin tidak sehatnya pola hidup kita saat ini.

Stroke secara garis besar terbagi menjadi stroke akibat sumbatan pada pembuluh darah otak (stroke iskemik) dan stroke akibat pecahnya pembuluh darah otak (stroke hemorrhagik/stroke perdarahan). Keduanya dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel otak dan metabolisme otak sekaligus meningkatkan tekanan di dalam kepala. Penyebab dari stroke umumnya adalah tekanan darah tinggi, kadar kolesterol darah tinggi, penyakit gula darah, stres dan lain-lain. Umumnya terapi yang diberikan oleh dokter saraf adalah obat pengatur tekanan darah, obat pengatur gula darah, kolesterol dan sebagainya.

Namun, perlukah tindakan pembedahan untuk penyakit stroke…?

Jawabannya adalah “perlu” bila memang terindikasi untuk pembedahan. Pada stroke perdarahan, jumlah perdarahan yang cukup banyak merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan mengeluarkan darah dan berusaha menghentikan sumber perdarahan bila ditemukan aktif. Sedangkan pada stroke iskemik akibat sumbatan pembuluh darah otak sering sekali mengakibatkan pembengkakan pada otak yang mengancam jiwa. Tindakan pembedahan diperlukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi otak yang membengkak. Selain itu, baik pada kasus stroke iskemik maupun stroke perdarahan, tindakan pembedahan diperlukan untuk menurunkan tekanan di dalam kepala (tekanan intrakranial) karena tekanan intrakranial yang tinggi dapat mengancam jiwa serta menghambat masuknya darah dan obat-obat yang diberikan untuk otak.

Tindakan pembedahan walau memiliki resiko, pada indikasi yang tepat dapat menjadi terapi yang menyelamatkan jiwa pada penderita stroke. Terapi pembedahan bukanlah terapi tunggal pada penyakit stroke tetapi harus dikombinasikan dengan terapi medikamentosa lainnya.

Stroke

Dukungan Jepang untuk pengembangan “Endovascular Neurosurgery” di Indonesia

With Prof. Matsumaru and Ms Atsuko Kato from JCMT at Tangkuban Perahu

Japan Council for Medical Training (JCMT) dan Toranomon Hospital, Tokyo, Jepang, memberikan dukungannya kepada bedah saraf Indonesia untuk pengembangan ilmu dan teknik endovaskuler (neuro-intervensi), yaitu suatu teknik terapi minimal invasive berbagai kasus kelainan pembuluh darah maupun kelainan-kelainan lain pada otak dan sistem saraf lainnya. Melalui teknik ini, dengan menggunakan akses langsung dalam pembuluh darah, maka sebuah kateter kecil dapat memberikan terapi pada kelainan di otak dan saraf tulang belakang. Karena tindakan ini tidak memerlukan pembedahan maka lama perawatan dan efek samping juga dapat ditekan.

Perwakilan JCMT Jepang, Ms. Atsuko Kato datang bersama seorang guru besar ahli endovaskuler dari Toranomon Hospital, Tokyo, Jepang, Professor Yuji Matsumaru mengadakan kunjungan ke Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM selama 5 hari dimana pada kesempatan itu, mereka dapat melihat sejauh mana perkembangan endovaskuler bedah saraf di Indonesia. Menurut mereka, kemajuan bedah saraf dalam bidang endovaskuler sudah lebih baik namun perbaikan-perbaikan dan pengembangan harus terus dilakukan untuk mencapai pelayanan yang sesempurna mungkin. Diharapkan dalam 2 tahun ke depan, endovaskuler bedah saraf sudah semakin maju dan dapat memberikan pelayanan seluas mungkin kepada seluruh bangsa Indonesia.

Saya sebagai murid langsung dari Professor Yuki Matsumaru, mengucapkan terima kasih yang sebesarnya atas seluruh dukungan dan bantuan yang telah beliau berikan, baik kepada saya sendiri maupun untuk kemajuan ilmu ini di Indonesia.

Terapi nyeri ( pain therapy ) … terapi dewa…???

Salah satu terapi dan tindakan yang dapat dilakukan oleh para dokter ahli bedah saraf adalah terapi nyeri (pain therapy). Hal ini dikarenakan memang mekansme terjadinya nyeri dikarenakan rangsangan patologis atau kelainan pada sistem saraf yang merupakan reseptor nyeri pada seluruh tubuh kita. Iritasi atau kompresi pada saraf baik akibat metabolisme yang salah atau mekanik dapat menghasilkan rasa nyeri pada setiap bagian tubuh manusia.

Nyeri merupakan suatu keluhan atau gejala yang bersifat sangat luas baik dari intensitas, karakteristik, pola dan dinamikanya terhadap perubahan lingkungan dan posisi. Nyeri juga merupakan gejala yang bisa menjadi sangat mengganggu sehingga seseorang dapat begitu menderitanya atau bahkan dapat kehilangan produktifitasnya. Seseorang bisa menjadi sangat tidak nyaman dan tidak dapat menemukan suatu posisi atau apapun yang dapat meredakan nyeri. Rasa nyeri luar biasa hebatnya dapat terjadi pada kasus kanker tulang belakang atau kanker lainnya yang mengiritasi saraf, dimana hanya dengan rangsangan ringan saja seperti hembusan angin, seseorang sudah merasakan penderitaan yang luar biasa.

Saya ingin bercerita tentang seorang pasien yang saya temui sekitar 3 tahun yang lalu, seorang wanita dengan usia sekitar 50 tahunan yang sudah terdiagnosa kanker payudara stadium akhir dari 3 tahun sebelumnya. Kanker tersebut sudah menyebar hingga ke saraf tulang belakang yang selanjutnya mengganggu fungsi saraf disana. Alhasil, wanita tersebut merasakan nyeri yang luar biasa. Jangankan diberikan rangsangan yang kuat pada kaki atau punggungnya, dengan sentuhan ringan saja sampai hembusan angin ke bagian tubuhnya itu akan menimbulkan nyeri luar biasa hingga membuat dia berteriak dan menangis.

Pasien sudah beruang kali diberikan obat-obatan anti nyeri hingga pemberian morfin namun tidak pernah ada perbaikan. Nyeri tetap ada dan bahkan terasa memberat. Penderitaan tersebut memberikan kesengsaraan yang hebat pada wanita itu. Memang, berdasarkan teori medis, kanker payudara stadium terminal dengan bukti sudah ada penyebaran merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi. Pasien bahkan sudah divonis mengenai panjang sisa usianya. Namun apakah wanita itu harus menjalankan sisa hidupnya dalam penderitaan hebat itu? Apakah pada akhir hidupnya, wanita tersebut berada dalam kesengsaraan nyeri luar biasa?

Jawabannya TIDAK! Walau seseorang sudah divonis dengan penyakit mematikan, bukan berarti tidak dapat menjalankan sisa hidup dengan rasa nyaman dan tenang. Nyeri yang biasanya menyertai penyakit terminal merupakan penyebab kesengsaraan dan menghilangkan rasa nyaman itu. Oleh karena itu, harus ada usaha untuk mengatasi rasa nyeri itu agar setiap pasien dapat menjalankan sisa hidupnya dengan baik.

Wanita tersebut kemudian berobat kepada salah seorang guru saya, seorang ahli bedah saraf hebat yang menguasai ilmu terapi nyeri. Melihat penderitaan wanita tersebut, guru saya tersebut menyarankan untuk terapi nyeri paliatif dengan cara pemanasan dan perusakan saraf tulang belakang yang terlibat melalui ransangan listrik atau kauterisasi saraf. Wanita tersebut karena sudah lelah akan rasa nyerinya kemudian menyetujui tindakan ini. Dilakukanlah operasi pembukaan kecil tulang belakang dan kemudian dilakukan perusakan pada saraf yang terlibat nyeri. Operasi tidak berlangsung lama dan kemudian wanita itu dibawa ke kamarnya kembali. Pasca sadar dari pengaruh obat bius, wanita tersebut kemudian kita periksa kembali. Dan alangkah bahagianya dia karena nyerinya hilang sama sekali. Memang terasa baal namun nyeri tidak terasa sama sekali. Rasa nyaman dan kebahagiaan yang luar biasa bebas dari nyeri kemudian membuat wanita itu turun dan bersujud di depan guru saya dan mengatakan “Dokter adalah dewa saya….”.

Mulai saat itu saya berpikir, benarkah seorang dokter bisa menjadi dewa atau dianggap dewa karena terapi ini? Kenyataannya begitu yang saya lihat pada setiap terapi nyeri yang dilakukan oleh seluruh dokter bedah saraf.

Hingga saat ini, terapi nyeri bedah saraf semakin berkembang. Bentuk terapi juga sangat bermacam-macam dengan alat yang semakin canggih dan banyak. Terapi nyeri dapat dengan obat-obatan, suntikan, dan operasi saraf. Kita, para dokter bedah saraf juga telah semakin maju dalam pengetahuan serta kemampuan terapi nyeri.

Bila anda merasakan nyeri dalam bentuk apapun, tidak ada salahnya untuk dicoba terapi nyeri. Kami dokter bedah saraf, siap memberikan pelayanan terapi nyeri (pain therapy) pada anda.

 

Pain Therapy